Rabu 19 Jul 2017 06:18 WIB

Pemerintah Didesak Hapus PPN Tiga Komoditas Ini

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Nidia Zuraya
Beban Pajak (ilustrasi)
Beban Pajak (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Forum Komunikasi Dewan Komoditas Perkebunan (FKDKP) Aziz Pane mendesak pemerintah untuk membebaskan pajak pertambahan nilan (PPN) sepuluh persen dari perdagangan beberapa komoditi. Khusnya komoditi pertanian, perkebunan, dan kehutanan.

Bukan tanpa alasan mengapa Aziz meminta adanya pembebasan pajak tersebut. "Di lapangan terbukti pengenaan PPN ini sangat memberatkan para pelaku usaha hulu terutama petani rakyat," kata Aziz di Kantor Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo), Selasa (18/7).

Dia menilai adanya PPN sepuluh persen untuk petani pada tiga komoditas tersebut menjadi sebab adanya ketidak merataan kesejahteraan petani. Kemiskinan di desa, kata dia, terjadi karena petani tertekan dengan adanya pajak tersebut yang membuat keuntungannya berkurang.

Padahal, Aziz melihat barang dari tiga komoditas tersebut sebenarnya bisa dibebaskan dari PPN sepuluh persen. "Barang yang diambil dari sumbernya sampai diolah ke pascapanen belum ada nilai tambah," jelasnya.

Aziz bahkan mengungkap banyak yang kemudian terpaksa menutup usahanya karena di tengah melemahnya komoditas. Terutama perkebunan yang menurutnya untuk mendapatkan keuntungan saja sudah sulit apalagi terbebani PPN sepuluh persen.

Untuk itu, ia menegaskan sangat menolak pengenaan kembali PPN tersebut. Padahal semula, produk pertanian, perkebunan, dan kehutanan diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007 yang mengatur barang bersifat strategis tersebut dibebaskan dari pengenaan pajak.

Saat ini memang ketiga komoditas tersebut diputuskan terkena pajak setelah adanya putusan Mahkamah Agung (MK) Nomor 70P Tahun 2013 yang berlaku Juli 2014. Hanya saja ada pengecualian pada 11 komoditi yang tidak dikenakan PPN berdasarkan kejelasan Pasal 4 Ayat 2 huruf b UU PPN Nomor 42 Tahun 2009.

Kesebelas komoditi tersebut beberapa diantaranya mencakup, beras, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah, dan sayur. "Semua kelompok itu dianggap sebagai barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat," tutur Aziz.

Dia menyayangkan barang-barang tersebut masih terkena PPN sepuluh persen padahal pada Februari 2017 terbit putusan MK Nomor 39 Tahun 2016 yang membatalkan Pasal 4A tadi. Pembatalan tersebut yakni karena barang-barang tersebut merupakan kebutuhan pokok maka tidak boleh dibatasi pada 11 komoditas saja.

Dengan begitu, Aziz mengusulkan putusan MK tersebut bisa menjadi pemicu untuk pembebasan PPN sepuluh persen. "Aturan ini memang kurang diketahui. Kalau tidak ada yang dipungut lagi dari petani jelas pasti komoditi akan naik," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement