REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK) mengklaim telah menyelamatkan keuangan negara senilai Rp 13,70 triliun pada semester I tahun 2017. Jumlah itu berasal dari penyerahan aset atau penyetoran ke kas negara, koreksi subsidi, dan koreksi cost recovery.
Ketua BPK, Moermahadi Soerja Djanegara mengatakan, laporan yang diberikan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) sama dengan laporan yang diberikan kepada DPR. Sejumlah rekomendasi ini nantinya akan ditindaklanjuti oleh Joko Widodo untuk diteruskan ke masing-masing Kementerian dan Lembaga.
"Ke depan masalah laporan keuangan pemerintah pusat harus masuk dalam pemeriksaan bersama. Ada komitmen bersama dalam meningkatkan kualitas laporan keuangan," kata Moermahadi usai melaporkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2017, Selasa (10/10).
Pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), BPK melaporkan adanya peningkatan capaian opini WTP hampir sekitar 70 persen pada 2016. Capaian opini pada LKPD telah melampaui target kinerja keuangan daerah bidang penguatan tata kelola pemerintah daerah/program peningkatan kapasitas keuangan pemerintah daerah yang ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019.
Pemerintah provinsi dengan opini WTP sejumlah 91 persen dari target 85 persen, pemerintah kabupaten sejumlah 66 persen dari target 60 persen, dan pemerintah kota sejumlah 77 persen dari target 65 persen.
Moermahadi menuturkan, dalam peningkatan kinerja BUMN, BPK telah memberikan 463.715 rekomendasi yang membuat pemerintah, BUMN atau BUMD dan badan lainnya bekerja lebih tertib, hemat, efisien, serta efektif. Dari seluruh rekomendasi tersebut, sebanyak 320.136 rekomendasi (69 persen) telah ditindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi.
Selama periode 2003 sampai hingga 30 Juni 2017, BPK telah melaporkan 447 temuan berindikasi pidana senilai Rp 44,74 triliun kepada Kepolisian RI, Kejaksaan RI, dan KPK sebagai aparat penegak hukum. Dari jumlah temuan itu, 425 temuan senilai Rp 43,22 triliun (97 persen) telah ditindaklanjuti.
Selama periode 2013 sampai dengan 30 Juni 2017, BPK juga telah menerbitkan laporan hasil pemeriksaan penghitungan kerugian negara sebanyak 120 kasus senilai Rp 10,37 triliun dan 2,71 miliar dolar AS atau ekuivalen dengan Rp 46,56 triliun.
IHPS I Tahun 2017 memuat 687 laporan hasil pemeriksaan, yang memuat 14.997 permasalahan. Permasalahan yang perlu mendapat perhatian berdasarkan hasil pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu, yaitu hilangnya potensi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang diterima pada periode 2009-2015 sebesar 445,96 juta dolar AS sebagai akibat dari pembayaran iuran tetap, royalti, dan royalti tambahan PT Freeport Indonesia yang menggunakan tarif dalam kontrak karya dimana besaran tarifnya lebih rendah dari tarif yang berlaku saat ini.
Permasalahan lain di antaranya adalah koreksi perhitungan bagi hasil migas pada SKK Migas karena adanya pembebanan biaya-biaya yang tidak semestinya diperhitungkan dalam cost recovery senilai 956,04 juta dolar AS atau ekuivalen Rp 12,73 triliun. Selain itu, 17 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) atau pemegang working interest (partner) belum menyelesaikan kewajiban pajaknya sampai dengan tahun pajak 2015 senilai 209,25 juta dolar AS atau ekuivalen Rp 2,78 triliun.