REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan perundingan yang dilakukan pemerintah dengan Freeport ikut mengedepankan adanya kepastian dari penerimaan negara.
"Untuk kepastian investasi dan penerimaan negara, Kemenkeu merupakan 'lead' dan dalam hal ini kami melakukan formulasi berdasarkan UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009," kata Sri Mulyani di Jakarta, Rabu.
Sri Mulyani mengatakan dalam negosiasi tersebut pemerintah mengacu pada pasal 128 UU Minerba untuk perlakuan fiskal bagi Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Sedangkan pemerintah berpegang pada pasal 169 UU Minerba atas pungutan biaya lainnya seperti cukai, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) maupun pendapatan daerah yang tidak secara eksplisit diatur dalam UU tersebut.
"Khusus untuk pasal 169 pengecualian terhadap penerimaan negara sebagaimana dimaksudkan untuk kontrak karya tersebut adalah dalam rangka untuk meningkatkan penerimaan negara yang harus lebih banyak," ujarnya.
Saat ini, kata Sri Mulyani formulasi dari penerimaan negara tersebut sedang dalam diskusi lebih lanjut, karena pendapatan ini terdiri dari banyak detail seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), royalti dan pajak daerah.
"Tidak ada hal yang sifatnya rahasia atau konsensi yang diberikan tidak hanya untuk satu perusahaan. Ini untuk seluruh perusahaan yang bergerak di Minerba yang memang diatur dalam berbagai macam rezim, mulai dari Kontrak Karya, PKP2B, kemudian ada yang hijrah menjadi IUP maupun IUPK," ujarnya.
Meski formulasi penerimaan negara bagi perusahaan tambang tersebut sedang dirumuskan, ia menegaskan potensi penerimaan dari sektor minerba ini harus lebih besar daripada periode terdahulu.
"Kita berharap ini tetap sesuai dengan semangat bahwa kepentingan RI adalah dari sisi penerimaan negara, bukan hanya satu item saja. Penerimaan negara itu harus lebih besar di rezim yang sekarang dibandingkan rezim sebelumnya," ujarnya.