REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri mengatakan, mustahil pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa capai 5,4 persen pada 2018 jika kondisi tidak berubah dari tahun ini. Sebelumnya, pemerintah bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati sejumlah asumsi dasar ekonomi makro dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN), salah satunya target pertumbuhan ekonomi negara pada tahun depan sebesar 5,4 persen.
"Ada masalah dalam tubuh ekonomi Indonesia yang tidak bisa diselesaikan dengan cara-cara seperti sekarang," ujar Faisal Basri dalam Indonesia Knowledge Forum VI, di Jakarta, Selasa, (3/10). Dibandingkan beberapa negara lain, kata dia, pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah melemah hingga level rendah.
"Indonesia relatif tercecer dalam kancah pembangunan dunia. Maka kita harus dalami. Selama ini kita alon-alon asal kelakon (pelan-pelan asal selamat)," kata Faisal.
Menurutnya, probabilitas Indonesia menjadi negara maju hanya 18 persen bila masih menjalankan bisnis seperti biasa. Padahal diharapkan pada 2045 mendatang negeri ini bisa menjadi negara maju.
"Kalau mau jadi negara maju jangan cuma bisnis as usual," kata Faisal. Ia mengatakan, saat ini sektor keuangan Indonesia baru dapat menyalurkan kredit sebanyak 40 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), berbeda dengan Cina, Vietnam, serta Thailand yang penyaluran kreditnya telah menyentuh di atas 100 persen.
Sementara itu, Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan meningkat 5,3 persen pada 2018. Hal itu didukung oleh perekonomian global dan kondisi domestik yang kuat.
Sedangkan untuk tahun ini, Bank Dunia menurunkan proyeksinya dari 5,2 persen menjadi 5,1 persen. Pasalnya, perkembangan ekonomi Tanah Air tumbuh stagnan di kuartal kedua 2017 yakni hanya lima persen.