Rabu 27 Sep 2017 16:15 WIB

Keuangan Memburuk, PLN Janji tak akan Naikan Tarif Listrik

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
Tarif dasar listrik (ilustrasi). Pemerintah usulkan penambahan subsidi energi.
Tarif dasar listrik (ilustrasi). Pemerintah usulkan penambahan subsidi energi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan mencatat bahwa keuangan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dalam posisi beresiko dan perlu melakukan banyak perbaikan. Meski dinilai keuangan dalam kondisi memburuk, namun PLN memutuskan untuk tidak akan menaikan tarif listrik.

General Manager Bussiness Region Sulawesi PT PLN Syamsul Huda menjelaskan menaikan tarif listrik bukanlah solusi untuk bisa memperbaiki keuangan PLN. Sebab menurut Syamsul PLN tetap ingin tarif listrik bisa tetap terjangkau di masyarakat. Ia menilai, sebagai BUMN menjaga tarif listrik untuk menjaga taraf hidup masyarakat menjadi sebuah kewajiban.

"Menaikan tarif bukan solusi. Jadi gak akan ada kenaikan. Seperti yang disebut pemerintah. Kita ingin tarif listrik tetap terjangkau sehingga bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat," ujar Syamsul, Rabu (27/9).

Dengan begitu, maka PLN tidak akan memberlakukan kenaikan tarif listrik hingga Desember 2017 mendatang. Menurut data PLN tarif bagi pelanggan Tegangan Rendah (TR) Rp 1.467,28 per kilo Watt hour (kWh), tarif listrik Tegangan Menengah (TM) Rp1.114,74 per kWh, tarif listrik Tegangan Tinggi (TT) Rp 996,74 per kWh, dan tarif listrik di Layanan Khusus Rp 1.644,52 per kWh.

Untuk mensiasati harga bahan baku yang masih belum stabil namun tetap bisa memberikan akses listrik kepada masyarakat, PLN memang perlu melakukan efisiensi. Salah satu langkah efisiensi yang dilakukan PLN adalah di sisi hulu. Syamsul mengatakan PLN akan meningkatkan penggunaan batubara sebagai sumber energi primer dibandingkan BBM karena harga bahan baku BBM jauh lebih mahal.

"Efisieni di sisi hulu. Batubara kan lebih efisinsi dibanding minyak. bahan bakar itu mahal sekali. makanya kita menekan pemakaian BBM jadi efisiensi. PLTU itu kalau sudah siap dioperasikan, kita operasikan. Tertundanya PLTU bisa membuat inefesiensi," ujar Syamsul.

Namun disatu sisi menurut Syamsul untuk bisa mewujudkan Efisiensi, PLN memerlukan dukungan dari pihak pemerintah berupa kebijakan energi primer. Selama ini harga batubara yang tak stabil memaksa PLN perlu merogoh kocek untuk bisa menutupi gap antara biaya produksi dan harga jual.

"Nah kita lakukan efisiensi,nah kita butuh kebijakan energi primer. Ujungnya BPP. Itulah, kan itu dampak. Kebijakan energi primer sangat kami perlukan," tuturnya.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan dalam surat catatannya kepada Kementerian BUMN dan Kementerian ESDM menjelaskan bahwa untuk bisa menjaga posisi keuangan PLN, PLN perlu didukung dengan kebijakan energi primer yang stabil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement