Kamis 21 Sep 2017 07:07 WIB

Cerita Subrinah Mengumpulkan Rupiah dari Bisnis Keripik

Subrinah, salah seorang mitra Amartha.
Foto: amartha
Subrinah, salah seorang mitra Amartha.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mencoba sesuatu yang baru, yang belum pernah kita lakukan sama sekali merupakan suatu hal yang tidak mudah. Butuh keberanian dan keteguhan hati untuk memulai dan berupaya agar tetap fokus dengan apa yang kita pilih. Apalagi bagi mereka, para perempuan unbanked yang hidup jauh dari akses terhadap sumberdaya. Hal ini otomatis menjadi sebuah tantangan tersendiri, untuk berani memulai demi kehidupan yang makin maju.

Begitu pula yang dialami Subrinah, salah satu petani di Desa Pangaur, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Wilayah ini bisa dibilang sebagai salah satu desa tertinggal, yang jauh akan akses terhadap berbagai sumberdaya. Misalnya akses terhadap transportasi, kesehatan, dan pusat kota, yang kemudian berdampak pada rendahnya tingkat kesejahteraan penduduknya. Namun hal ini tidak menghalangi Subrinah untuk menjadi sosok yang mandiri dan berdaya.

Nyatanya, Subrinah kini berhasil mengembangkan usaha aneka keripik miliknya hingga mampu dipasarkan di luar kota. Cerita berawal dari keinginan Subrinah mencoba sesuatu yang baru. Saat itu, sebagai seorang petani palawija ia sangat sedih karena harga dari hasil bertaninya sangat murah di pasaran. Subrinah pun memutar otak, mencari jalan keluar agar ia mampu menghasilkan uang lebih banyak dari hasil bertaninya tersebut.

Muncullah ide untuk mengolah hasil bertaninya menjadi lebih bernilai jual dengan mengolah singkong, dan ubi-ubian lain menjadi sebuah keripik. Pertama kali mencoba memasarkan keripik olahanya, ia hanya menawarkan keripiknya kepada tetangga sekitar tempat tinggalnya saja dengan cara berjalan dari satu rumah ke rumah yang lain. Setelah panen, malam harinya ia mulai menyiapkan aneka bahan untuk membuat keripik, lalu di pagi harinya, Subrinah mengolah hasil taninya menjadi aneka macam keripik dan dikemas dengan plastik sederhana.

Tak disangka, pembeli menunjukkan antusiasme yang positif. Mereka suka dengan keripik olahan Subrinah. Bahkan ada tetangga yang memesan untuk dijual lagi di pasar. “Ya saya gak nyangka aja pada suka sama keripik saya. Padahal cuma coba-coba aja kan awalnya neng, tapi ini malah banyak yang pesen buat di jual lagi," ujar Subrinah menceritakan usahanya yang makin maju.    

Namun mengelola sebuah usaha bukanlah hal yang mudah. Banyak persoalan yang kemudian dapat menjadi penghambat.  Begitupun dengan Subrinah. Karena gagal panen ia harus membeli bahan baku dengan harga yang lebih mahal, sehingga berpengaruh pada biaya produksi yang membengkak. Ia sempat kebingungan mencari tambahan dana untuk modal, karena jika tidak, Subrinah terancam merugi. Beruntunglah ia, bertemu dengan salah satu fintek yang memberikannya modal untuk usahanya ini.

“Waktu itu saya bingung, mau pinjem uang ke mana buat modal. Alhamdulillah saya dapet sosialisasi dari petugas Amartha. Saya langsung tertarik dan ikut. Dan akhirnya dana cair, waktu itu 3 Juta neng, semua ibu pakai buat modal usaha keripik ini," kata Subrinah.

Amartha merupakan pionir layanan fintech Peer-to-Peer (P2P) Lending untuk usaha mikro, yang menghubungkan investor urban dengan sektor usaha kecil dan mikro di pedesaan.

Setelah mendapat suntikan modal, Subrinah lantas memproduksi keripik dengan jumlah yang lebih banyak. Tak hanya itu, ia juga mulai mengolah hasil taninya menjadi aneka keripik dan makanan ringan lain seperti renginang, renggining dan opak. Pendapatanya pun bertambah, jika sebelum mendapat modal dari Amartha ia hanya memperoleh omzet Rp 800 ribu hingga Rp 900 Ribu, saat ini ia dapat mengantongi tak kurang dari Rp 2,5 Juta dari hasil berjualan keripik dan olahan lain.

Saat ini pun, Subrinah sudah mulai memasarkan keripiknya hingga ke kota Bandung. Awal cerita bermula, saat tetangga Subrinah mengenalkannya dengan saudara tetangganya tersebut yang bermukim di kota Bandung. Singkat ceria, orang tersebut ingin bekerjasama dengan Subrinah dengan menjualkan aneka keripik olahan Subrinah di Bandung.

“Waktu itu ada tetangga yang bawa saudaranya, orang itu tinggal di Bandung. Dia coba keripik ibu, katanya enak. Terus dia beli banyak, katanya mau dijual di Bandung. Ini kemarin baru mau pesen lagi katanya, Alhamdulillah neng jadi makin banyak yang suka.”

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement