Kamis 31 Aug 2017 05:29 WIB

Mendag Enggan Naikkan Harga Eceran Tertinggi Gula

Rep: Halimatus sadiyah/ Red: Budi Raharjo
Petani gula melakukan unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta, Senin (28/8).
Foto: Republika/Taufiq Alamsyah Nanda
Petani gula melakukan unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta, Senin (28/8).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menegaskan tidak akan menaikkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk gula seperti tuntutan para petani tebu. Ia berargumen, dengan harga Rp 12.500 per kilogram di tingkat eceran, semua pihak yang terlibat dalam tata niaga gula masih mendapatkan margin yang wajar.

Lebih lanjut, Mendag menjelaskan, pabrik yang memiliki perkebunan tebu sendiri hanya membutuhkan biaya produksi Rp 6.000 per kilogram. Sementara, pabrik yang membeli tebu dari petani dengan sistem beli putus, mengeluarkan biaya produksi paling mahal Rp 8.000 per kilogram.

Adapun pabrik yang mengolah bahan baku raw sugar menjadi gula kristal putih membutuhkan biaya produksi Rp 8.500 per kilogram. "Saya bilang tidak mungkin saya naikkan karena margin itu saja sudah besar," ujarnya, pada wartawan usai meresmikan Pasar Kreasi Indonesia di Plaza Indonesia, Rabu (30/8).

Karenanya, jika ada pabrik yang mengaku HET gula tidak dapat menutupi biaya produksi mereka, Mendag meminta mereka melakukan efisiensi produksi. Sebab, pabrik-pabrik milik swasta terbukti mampu menjual gula sesuai HET dan tetap mendapat untung.

"Apakah adil karena ketidakefisienan pabrik gula BUMN maka rakyat yang harus berkorban? Kalau (HET) itu dinaikkan rakyat yang harus menanggung beban."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement