Kamis 24 Aug 2017 06:43 WIB
Sikap Petani Tebu Terbelah

Gula yang Disegel akan Dibeli Bulog di Bawah HET

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Agus Yulianto
Gula diangkut keluar pabrik (Ilustrasi)
Foto: ANTARA
Gula diangkut keluar pabrik (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Ribuan ton gula milik petani tebu di Kabupaten Cirebon yang disegel Kementerian Perdagangan (Kemendag) rencananya akan dibeli Bulog dengan harga di bawah harga eceran tertinggi (HET). Sikap para petani tebu pun terbelah, ada yang menerima dan ada yang menolak, Rabu (23/8).

Ribuan ton gula itu menumpuk di gudang Pabrik Gula (PG) Sindanglaut, Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Cirebon. Tumpukan gula tersebut dikelilingi oleh plastik segel dari PPNS-PK Likne Direktorat Jenderal Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Kementrian Perdagangan Republik Indonesia.

Gula tersebut sudah menumpuk sekitar tiga bulan lamanya karena tak laku terjual. Setelah menumpuk, sepekan lalu gula itu malah disegel oleh Kemendag dengan alasan tidak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).

Selain gula di PG Sindanglaut yang mencapai 7.077 ton, sebanyak kurang lebih 10 ribu ton gula juga menumpuk di PG Tersana Baru, Kecamatan Babakan, Kabupaten Cirebon. Gula di PG Tersana Baru juga disegel Kemendag.

''Rencananya semua gula itu akan dibeli Bulog,'' kata Wakil Ketua DPD APTRI Jabar, Agus Safari, saat ditemui para wartawan di PG Sindanglaut, Kabupaten Cirebon, Rabu (23/8).

Agus menyatakan, pihaknya menerima pembelian oleh Bulog itu dengan terpaksa. Pasalnya, harga yang ditawarkan Bulog hanya Rp 9.700 per kg. Harga itu lebih rendah dari Harga Eceran Tertinggi (HET) yang mencapai Rp 12.500 per kg. ''Memang tidak memuaskan, tapi lebih baik daripada tidak terjual sama sekali,'' tegas Agus.

Saat ini, lanjut Agus, sampel gula yang disegel itu sedang diuji di laboratorium Kemendag. Jika gula milik petani tersebut tak sesuai SNI, maka para petani akan dihadapkan pada dua pilihan. Pertama, gula dibeli oleh PG. Pilihan kedua, gula akan diproses ulang.

Jika gula harus diproses ulang, maka gula tersebut akan menyusut sekitar lima persen. Belum lagi ongkos produksi ulang yang harus dikeluarkan.

Salah satu penyebab gula milik petani itu diduga tak sesuai SNI adalah persoalan mengenai keputihan gula. Hal itu sebagaimana yang diatur oleh Internasional Commission For Uniform Methods of Sugar Analysis (ICUMSA). Berdasarkan standar ICUMSA atau tingkat kemurnian gula kristal putih (GKP) yang dapat dikonsumsi langsung sebagai bahan tambahan makanan dan minuman adalah 200. ''Ya kita tunggu saja hasil uji laboratoriumnya,'' tutur Agus.

Terpisah, Wakil Ketua DPD APTRI Jabar, Mae Azhar, menolak pembelian gula oleh Bulog dengan harga Rp 9.700 per kg. Dia menilai, harga gula sebesar Rp 9.700 per kg akan merugikan petani karena bobot tebu pada musim tanam kali ini berkurang akibat terpengaruh cuaca. ''Besok (Kamis) kami akan menggelar aksi,'' tandas Mae.

l

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement