REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Danang Parikesit menilai, putusan Mahkamah Agung membatalkan Permenhub Nomor 26 tahun 2017 tentang Transportasi Online sudah benar. Menurut dia, layanan transportasi online memang harus dikategorikan sendiri.
''Meskipun saya melihat bahwa dari ide awal soal sharing economy, sekarang sudah jadi full time job, sudah berubah dari konsep awal,'' kata Danang, saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (22/8).
Ketika penetapan tarif diberikan kepada Pemerintah Daerah masing-masing, maka Pemda hanya perlu mengawasi standar pelayanan dan standar keamanan. Ia juga mengakui putusan MA ini juga akan kembali membuka konflik kembali antara taksi online dan taksi konvensional. ''Kemenhub harus buat tim yang kuat termasuk tim hukumnya,'' ujar dia.
Danang menyatakan, dengan model bisnis sekarang, pengemudi transportasi daring relatif sulit memiliki daya tawar. Kalau dilepas ke pasar, tugas pengemudi adalah mengetahui limitasi bisnis ini. Sebab, konsep awal dari bisnis ini bukan sebagai pekerjaan tetap, melainkan sebagai pendapatan tambahan. ''Kalau mengharapkan main full income pasti akan kecewa,'' ucapnya.
Sebelumnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tegaskan akan menaati Peraturan Menteri Nomor 26 tentang angkutan daring yang sudah diputuskan Mahkamah Agung (MA). "Kementerian Perhubungan akan taat azas pada hukum dan peraturan yang berlaku, termasuk apa yang menjadi keputusan MA," kata Pelaksana Tugas Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenhub Hengki Angkasawan, Selasa (22/8).
Hal tersebut dilakukan setelah Kemenhub menerima salinan putusan Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia dengan nomor: 37 P/HUM/2017 tentang Uji Materi terhadap Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: PM 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak Dalam Trayek.