REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Skema biaya pembangunan proyek light rail transit (LRT) akhirnya sudah mendapatkan kepastian. Staf Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Septian Hario Seto mengungkapkan pembangunan prasarana LRT Jabodebek membutuhkan dana sebesar Rp 21,7 triliun ditambah Rp 5 triliun untuk sarana sehingga total Rp 26,7 triliun.
Untuk mendapatkan dana tersebut, Septian mengatakan, tidak mungkin menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Untuk melengkapi dana tersebut, dia menjelaskan, dana haji yang disebut-sebut akan digunakan untuk infrastruktur juga akan disasar untuk proyek LRT. Dia memastikan, saat ini akan mendekati beberapa fund manager untuk ikut berpartisipasi dan sumber lainnya.
"Seperti dana pensiun juga bisa. Dana haji juga bisa karena ini akan dan dijamin pemerintah," kata Septian saat Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan meninjau proyek LRT di Cibubur, Jakarta Timur, Jumat (4/8).
Di sisi lain, Septian menuturkan, yang sudah pasti 70 persen dari total dana proyek LRT yang dibutuhkan akan didapatkan dari pinjaman perbankan. Pinjaman tersebut bernilai Rp 18 triliun sampai Rp 19 trililun dari berbagai bank. Septian mengungkapkan, saat ini sudah ada beberapa bank yang berminat untuk berpartisipasi dala pendanaan LRT.
"Jadi, sekitar Rp 18 triliun sampai Rp 19 triliun itu nanti bisa dari bank Mandiri, BNI, BRI, BCA, CIMB Niaga, dan sebagainya," tutur Septian.
Dia menjelaskan, utang yang diambil tersebut bisa dijual lagi, misalnya, ke Black Rock. Sebab, lanjut dia, jika dilihat dari bunga sebesar 8,25 persen akan dijamin pemerintah dan lebih besar dari obligasi aturan pemerintah saat ini tujuh persen.
Proyek pembangunan LRT tahap satu yang mencakup Cibubur-Cawang mencapai 37 persen, Bekasi Timur-Cawang 17 persen, dan Cawang-Dukuh Atas tiga persen. Untuk tahap satu diperkirakan Mei 2019 bisa digunakan.