Rabu 02 Aug 2017 20:22 WIB

BKPM Khawatir Perubahan Arus Investasi ke Sektor Padat Modal

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Dwi Murdaningsih
Kepala Badan Koordinat Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong memberikan sambutannya saat meresmikan layanan investasi tiga jam sektor ESDM di Gedung BKPM, Jakarta, Senin (30/1).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Kepala Badan Koordinat Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong memberikan sambutannya saat meresmikan layanan investasi tiga jam sektor ESDM di Gedung BKPM, Jakarta, Senin (30/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM) Thomas Lembong mulai khawatir dengan kondisi pertumbuhan investasi saat ini. Sebab lebih banyak investasi yang masuk ke padat modal dibandingkan padat karya.

Thomas menuturkan, dirinya sudah melakukan koordinasi dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait perkembangan tersebut. Struktur investasi yang tidak seimbang bisa berdampak pada kondisi sosial di masyarakat.
 
"Andai kata investasi lebih banyak masuk ke sektor padat modal, atau investasi ditujukan untuk efisiensi yang mengurangi lembur, mengurangi ketergantungan tenaga kerja," kata Thomas di Istana Negara, Rabu (2/8).
 
Dengan pengurangan tenaga kerja, maka akan ada penurunan lapangan kerja yang kemudian berdampak pada sektor lain termasuk daya beli masyarakat. Hal ini yang sekarang harus dipikirkan bersama semua Kementerian dan Lembaga.
 
Thomas menuturkan, untuk menjaga arus investasi di sektor padat karya tetap baik, pemerintah harus menjaga iklim usaha tetap menggiurkan. Regulasi yang dibuat pun harus seminimal mungkil, agar tidak berdampak pada ketidakpercayaan pelaku usaha menanamkan bisnisnya di Indonesia.
 
Jika regulasi yang dibuat ngawur, dan keluarnya mendadak tanpa adanya masa transmisi serta sosialisasi, hall tersebut akan menghantam keinginan investor menanamkan modal. Regulasi tidak boleh membuat kecemasan yang berdampak pada siklus investasi.
 
Dari data investasi BKPM, data investasi yang berkaitan dengan ritel sales turun cukup drastis. Dari pertumbuhan 12-14 persen per tahun, sekarang hanya tumbuh 3 persen per tahun.
 
"Inflasi saja ini kita mulai masuk empat persen. Berarti pertumbuhannya di bawah inflasi," ujar Thomas.
 
Persoalan investasi inilah yang harus segera diperbaiki. Jangan sampai investasi banyak masuk ke dalam negeri, tapi daya beli masyarakat justru turun. Seharusnya ketika investasi naik, daya beli juga naik.
 
Meski demikian, Thomas tetap yakin target realisasi investasi tercapai, kalau umpamanya investasi di sektor ritel volumenya lemah, pasti bisa ditutup dari sektor yang lain.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement