Selasa 01 Aug 2017 19:12 WIB

Inisiasi OBOR Cina Berpotensi Merugikan Asia Selatan

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Peta one belt one road, obor yang merupakan jalur sutra baru dinisiasi Cina
Foto: linkedin
Peta one belt one road, obor yang merupakan jalur sutra baru dinisiasi Cina

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Inisiasi Jalur Sutera modern yang diusulkan oleh Cina melalui One Belt One Road (OBOR) memiliki potensi implikasi ekonomi yang merugikan bagi negara-negara Asia Selatan. Hal ini tercermin dari situasi Srilanka yang mengalami jebakan hutang besar dengan menyambut proyek-proyek yang didanai oleh Cina.

Sementara itu, Kolombo mengadapi kerugian finansial yang besar karena suku bunga tinggi yang dikenakan oleh Cina untuk proyek infrastruktur yang akan menjadi bagian dari OBOR. Disisi lain, hitungan investasi sebesar 50 miliar dolar AS untuk koridor ekonomi Cina-Pakistan telah membuat ekonomi Pakistan goyah.

Dilansir The Economic Times, Selasa (1/8), utang yang berubah menjadi ekuitas dan kepemilikan perusahaan Cina tidak hanya akan berdampak buruk pada ekonomi Srilanka dan Pakistan. Namun juga menimbulkan implikasi bagi India karena kehadiran Cina di wilayah-wilayah perbatasan.

Keterlibatan ekonomi Srilanka yang berkembang dengan Cina telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan pembuat kebijakan. Cina telah menyediakan dana sebesar lebih dari 5 miliar dolar AS pada 1971 dan 2012 untuk Srilanka, yang sebagian besar telah masuk di pembiayaan infrastruktur.

Selain itu, Cina juga telah menginvestasikan 1 miliar dolar AS untuk pembangunan pelabuhan di Hambatonta, kemudian ada investasi miliaran dolar AS untuk pembangunan Bandara Mattala, jalur kereta api dan pembangunan proyek Colombo Port City Project.

Sebagai negara yang bangkit dari perang sipil, pembangunan infrastruktur sangat penting untuk memfasilitasi sektor perdagangan dan investasi asing Srilanka. Bank Dunia memperkirakan bahwa PDB Srilanka kemungkinan akan tumbuh 3,9 persen pada 2016 dan 5 persen pada 2017.

Srilanka telah meminjam miliaran dolar dari Cina untuk membangun infrastruktur. Utang dalam negeri Srilanka diperkirakan sekitar 64,9 miliar dolar AS, dimana sebesar 8 miliar dolar AS merupakan utang dari Cina.

Untuk proyek pembangunan Pelabuhan Hambantota, Srilanka meminjam 301 juta dolar AS dari Cina dengan tingkat suku bunga sebesar 6,3 persen. Sedangkan suku bunga pinjaman lunak dari Bank Dunia dari Bank Pembangunan Asia (ADB) hanya 0,25 persen sampai 3 persen.

Srilanka saat ini tidak mampu melunasi hutangnya ke Cina karena pertumbuhan ekonomi yang melambat. Untuk mengatasi krisis utang, Pemerintah Srilanka sepakat mengubah hutang menjadi ekuitas. Hal ini menyebabkan kepemilikan Cina terhadap proyek yang sedang berjalan.

Keputusan ini menyebabkan perusahaan-perusahaan Cina memiliki saham sebesar 80 persen di Srilanka dan kontrak sewa Pelabuhan Hambantota selama 99 tahun, yang menimbulkan kemarahan publik di Srilanka. Selain itu, perusahaan-perusahaan Cina juga diperikan hak mengelola kontrol Bandara Mattala yang dibangun dengan pinjaman dari Cina sebesar 300 juta dolar AS-400 juta dolar AS. Sebab, Pemerintah Srilanka tidak dapat menanggung biaya tahunan sebesar 100 juta dolar AS-200 juta dolar AS.

Kemudahan akses ke Pelabuhan Hambantota dan Bandara Mattala memberikan posisi militer yang strategis bagi Beijing jika terjadi konflik di Samudera Hindia. Pengaruh Cina yang terus berkembang juga dapat memaksa Srilanka untuk mendukung posisi Cina dalam perselisihan Laut Cina Selatan dan kebijakan One China.

Di sisi lain, Pakistan sedang menuju krisis serupa dengan Srilanka. Menurut para ahli, Koridor Ekonomi Cina-Pakistan yang bernilai 46 miliar dolar AS dapat meruntuhkan kemakuran rakyat Pakistan.

Cetak biru Cina untuk transformasi ekonomi Pakistan sangat strategis. Karena secara tidak langsung Pakistan sedang mengambil pinjaman dari bank-bank Cina dengan suku bunga tinggi untuk membiayai Koridor Ekonomi Cina-Pakistan. Beberapa ahli mengatakan bahwa Pakista membutuhkan waktu hampir 40 tahun untuk membayar pinjaman tersebut.

Koridor Ekonomi Cina-Pakistan akan menjadi bagian penting dari OBOR karena melalui Asia Selatan, Timur Tengah, Afrika, dan Eropa dengan membangun jaringan darat dan laut. Para ahli memperingatkan, koridor ekonomi ini merupakan taktik kolonial Cina untuk menciptakan pijakan permanen di Pakistan. Dalam hal ini, Pakistan juga bisa jatuh ke dalam perangkap utang Cina.

Strategi Cina untuk menguasai negara-negara kecil dan berkembang cukup sederhana, yakni dengan memberikan pinjaman dengan bunga tinggi untuk proyek infrastruktur dan mendapatkan ekuitas dalam proyek. Kemudian, ketika negara tersebut tidak dapat melunasi pinjamannya maka Cina bisa mendapatkan kepemilikan atas proyek infrastruktur yang sedang dikerjakan itu.

Pinjaman dari Cina untuk membangun Koridor Ekonomi Cina-Pakistan dapat menyebabkan bencana bagi ekonomi Pakistan yang sudah goyah. Apabila Pakistan tidak bisa melunasi pinjaman maka mereka harus memberikan kontrol atas asetnya ke Cina.

Pelaksanaan proyek OBOR sebagai cita-cita pembangunan global bagi dunia tidak dapat menyembunyikan pendekatan eksploitatif Cina terhadap bisnis internasional. Selain itu, OBOR juga dapat menjadi perangkap utang Cina. Sedangkan, sejumlah proyek yang sedang berjalan di beberapa negara kecil telah menjadi bagian dari proyek OBOR.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement