REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengungkapkan, nasib Indonesia tidak akan seperti Srilanka. Hal itu terkait dengan Pemerintah Srilanka pada akhirnya menandatangani kesepakatan menjualpelabihannya kepada BUMN Cina karena tidak bisa membayar utangnya kepada Cina.
Deputi Bidang pengendalian Penanaman Modal BKPM Azhar Lubis mengatakan, apa yang terjadi dengan Srilanka kemungkinan tidak akan dialami Indonesia meski Cina juga berinvestasi. "Kalau dalam rangka penanaman modal asing (PMA), Insya Allah tidak ya," kata Azhar kepada Republika.co.id, Senin (31/7).
Azhar menjelaskan, sejauh ini investor Cina masuk ke Indonesia atas dasar pertimbangan bisnis. Tentunya, lanjut dia, hal itu sangat terkait dengan mencari laba dari investasi yang dilakukan di Indonesia.
Meskipun terjadi adanya kerugian dalam investasi tersebut, Azhar menilai tidak akan ada kaitannya dengan Pemerintah Indonesia. "Sekarang gini, PMA yang masuk kan harus berbentuk PT jadi berlaku UU PT," jelas Azhar.
Azhar mengatakan saat ini, investasi RRT di Indonesia banyak terdapat di industri smelter nikel Sulawesi dan Maluku Utara. Selain itu, banyak juga terdapat investasi di bidang pembangkit listrik.
Usaha-usaha tersebut, lanjut Azhar, merupakan invetasi langsung luar negeri (FDI). "Ini pastinya modal sendiri dankalau ada pinjaman juga dipinjam sendiri. Pastinya tidak aka nada jaminan daripemerintah," ungkap Azhar.
Selain itu, investasi Cina juga ada pada industri otomotif dan baja yang ada di Indonesia. Azhar memastikan padasektor tersebut sifatnya komersial bukan pinjaman atau jaminan dari pemerintahdan sama seperti PMA.