Jumat 28 Jul 2017 18:25 WIB

BI akan Keluarkan Aturan Baru Terkait Pasar Keuangan Syariah

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nidia Zuraya
Keuangan syariah, ilustrasi
Keuangan syariah, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menyatakan, akan mengeluarkan berbagai instrumen syariah. Hal itu demi mengembangkan pendalaman pasar keuangan syariah.

Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, setelah mengeluarkan Peraturan BI mengenai Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek (PLJP) syariah, bank sentral juga berencana mengeluarkan instrumen terkait hedging (lindung nilai) syariah. "Nanti akan dibicarakan fatwanya dan produknya untuk melindungi dari flukstuasi rupiah," ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Jumat (28/7).

Ia menyebutkan beberapa instrumen syariah yang akan dikembangkan. Di antaranya repo syariah, sertifikat perdagangan mudharabah antarbank, sertifikat perdagangan komoditas antar bank, serta NCD.

BI pun berencana bekerjasama dengan lembaga amil zakat dan wakaf. "Di antara model bisnis yang ada, mau kami interlink-kan seperti di LazizMu di Al Azhar yang juga menghubungkan sistem informasi mereka menjadi sistem informasi nasional," kata Perry. Sedangkan dari wakaf, ia menambahkan, akan berupaya agar bisa menerbitkan sekuritas.

Dia menegaskan, untuk mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah jangan hanya menggunakan produk berskema kredit. "Ini adalah bagaimana pengembangan ekonomi untuk mengembangkan keuangan syariah berbasis pesantren atau berbasis persaudaraan saudagar Muslim," katanya.

Seperti pernyataan Ketua Umum ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Bambang Brodjonegoro sektor riil, kata Perry, harus diperluas demi kembangkan keuangan syariah. Pasalnya perbankan tidak bisa berkembang tanpa sektor riil sebagai pasar.

Perry menyebutkan selama ini, Indonesia masih berperan sebagai pasar belum sebagai pelaku industri syariah. Padahal potensinya sangat besar, karena pada 2016 penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 258,7 juta jiwa dengan sekitar 85 persen di antaranya merupakan Muslim.

"Indonesia paling banyak gunakan produk halal namun belum sebagai player. Jadi kita harus jadi player," tegas Perry.

Ia menyebutkan, volume aktivitas bisnis halal pada 2015 sebesar 3,84 triliun dolar AS, diprediksi pada 2021 meningkat dua kali lipat menjadi 6,38 triliun dolar AS. "Jadi instrumen di global banyak dan tidak sulit diadaptasi di Indonesia. Namun sektor riil harus dikembangkan karena instrumen itu kan harus digunakan," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement