REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah pusat sampai Juni 2017 mencapai Rp 3.706,52 triliun. Jumlah ini mengalami peningkatan secara neto sebesar Rp 34,19 triliun dibandingkan bulan sebelumnya.
Utang bertambah dari penerbitan surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 35,77 triliun dan pelunasan pinjaman sebesar Rp 1,59 triliun.
Laman Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang dipantau di Jakarta, Selasa (25/7), menyatakan porsi utang sebesar Rp 3.706,52 triliun itu terdiri dari penerbitan SBN Rp 2.979,5 triliun atau 80,4 persen dan pinjaman Rp 727,02 triliun atau 19,6 persen.
Secara keseluruhan, penambahan utang neto pada periode Januari-Juni 2017 adalah sebesar Rp 191,06 triliun, yang berasal dari penerbitan SBN Rp 198,89 triliun dan pelunasan pinjaman Rp 7,83 Triliun.
Tambahan pembiayaan utang ini memungkinkan adanya kenaikan belanja produktif di bidang pendidikan, infrastruktur, kesehatan, transfer ke daerah dan dana desa, serta belanja sosial. Selain itu, pemerintah memiliki komitmen secara berkesinambungan dalam hal pembayaran kewajiban utang sebagai konsekuensi pembiayaan defisit APBN tahun berjalan dan periode sebelumnya.
Pembayaran kewajiban utang pada Juni 2017 mencapai Rp 26,89 triliun, yang terdiri dari pembayaran pokok utang yang jatuh tempo Rp 18,91 triliun dan pembayaran bunga utang Rp7,98 triliun.
Indikator risiko utang pada bulan Juni 2017 menunjukkan bahwa rasio utang dengan tingkat bunga mengambang mencapai 11,2 persen dari total utang. Sedangkan dalam hal risiko tingkat nilai tukar, rasio utang dalam mata uang asing terhadap total utang adalah mencapai 40,8 persen.