Senin 24 Jul 2017 18:03 WIB

BI Siapkan Sistem Informasi Sektor Riil Syariah

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Nur Aini
Ekonomi syariah (ilustrasi)
Foto: aamslametrusydiana.blogspot.com
Ekonomi syariah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) tengah menyiapkan metode perhitungan sistem informasi keuangan syariah. Saat ini statistik mengenai keuangan syariah hanya mencakup lembaga jasa keuangan syariah.

Gubernur Bank Indonesia, Agus DW Martowardojo menjelaskan, selain lembaga jasa keuangan, masih banyak indikator yang menjadi prioritas untuk ditumbuhkembangkan dalam ekonomi syariah. Hal itu antara lain makanan halal, wisata halal, islamic fashion, kosmetik halal, dan lainnya.

"Kami sedang membangun metode perhitungan dan sistem informasi untuk keuangan syariah, mencakup gross domestic product proxy Syariah," ungkap Agus DW Martowardojo dalam Diskusi Panel "Peran Ekonomi Syariah Dalam Arus Baru Ekonomi Indonesia" di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Senin (24/7).

Saat ini sistem yang sudah ada baru mencakup mengenai lembaga jasa keuangan seperti perbankan, industri keuangan non bank dan pasar modal. Dengan sistem ini, nantinya belanja (expenditure) dari masing-masing sektor dapat di-tracking. Selain itu, akan terdapat sistem informasi untuk zakat infak shadaqah dan wakaf (ziswaf) untuk mengetahui dampaknya kepada perekonomian.

Menurut Agus, sektor-sektor tersebut sangat potensial untuk dikembangkan. Apalagi mengingat Indonesia memiliki pasar muslim terbesar di dunia. Kendati begitu, peran Indonesia di tingkat global, hampir setiap sektor hanya masuk top 10 expenditure di industri, tetapi bukan pemain utama. "Rata-rata kita cuma ranking 5-10, kita ingin tumbuhkembangkan industri kita ke depan," kata Agus.

Dengan sistem ini, nantinya BI dapat mengetahui potensi dan pertumbuhan ekonomi syariah secara keseluruhan, termasuk sektor riil. Di sisi lain, ia berharap pasar industri halal semakin berkembang dan mampu memenuhi permintaan pasar.

"Upaya antisipasi jangan sampai neraca pembayaran indonesia ke depan terganggu karena begitu banyak permintaan barang dan jasa syariah di Indonesia, tetapi tidak bisa menyiapkan suplai. sehingga terjadi impor produk halal yang menjadi tekanan kepada neraca pembayaran indonesia," tutur Agus. Selain itu, adanya sinergi dari seluruh lembaga dalam Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) diharapkan dapat menaikkan market share keuangan syariah yang baru mencapai 5,17 persen.

Dalam kesempatan yang sama, Staf Menteri Agama, Hadi Rahman menilai bahwa untuk pengembangan ekonomi syariah, seluruh pihak harus dapat mendorong pasar industri halal. "Industri halal harus menjadi tulang punggung ekonomi syariah. Tapi selama ini belum termanage dengan baik. Kalau industri halal diperkuat lalu rantai pasok dibenarkan akan membantu perkembangan perbankan syariah juga," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement