REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyatakan, potensi ekonomi syariah di Indonesia masih terbuka lebar. Hal itu mengingat Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia.
Guna dapat memanfaatkan potensi tersebut, strategi dan terobosan yang tepat sasaran dinilai harus dilakukan agar ekonomi syariah mampu berkontribusi lebih besar lagi terhadap perekonomian nasional.
"Tak hanya mengenai skema pembayaran syariah, yang terpenting dalam sektor riil syariah yang pengembangannya masih jauh dari yang kita harapkan. Masih perlu banyak usaha ke depan yang terkait industri halal dan ekonomi syariah lainnya," ujar Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso dalam keterangan resmi yang diterima pada Senin (27/6/2022).
Dalam nilai Top 15 Global Islamic Economy Indicator, yang terdiri dari indikator Keuangan Islami, Makanan Halal, Pariwisata Ramah Muslim, Fesyen Islami, Obat-obatan dan Kosmetik Halal, serta Media dan Rekreasi, posisi Indonesia masih belum naik signifikan jika dibandingkan dengan negara-negara Muslim lainnya.
Dibandingkan 2021, posisi Indonesia di tahun ini hanya mengalami peningkatan di indikator makanan halal yakni dari peringkat 4 ke 2. Sedangkan pada indikator lainnya, posisi Indonesia masih stagnan yakni pada indikator Keuangan dan Fesyen Islami dan mengalami penurunan peringkat pada indikator Pariwisata, Farmasi dan Kosmetik, serta Media dan Rekreasi.
Berdasarkan data dari OJK pada Mei 2021, market share saham syariah dan sukuk korporasi terus mencatatkan peningkatan dan masih dapat terus diperluas lagi. Lalu market share dan nilai aktiva bersih reksadana syariah mencatatkan penurunan year to date (ytd).