REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak Yon Arsal sepakat dengan rencana pemerintah mengenakan pajak untuk transportasi daring. Menurut dia, penerapan pajak ini demi memenuhi asas keadilan.
''Itu prinsip perpajakan fair treatment, semua yang punya penghasilan di atas PTKP (penghasilan tidak kena pajak) wajib bayar PPh (pajak penghasilan),'' kata Yon, saat dihubungi, Rabu (19/7).
Menurut dia, jika memperkerjakan karyawan maka wajib ada potongan PPH. Namun, Yon menyatakan belum menghitung potensi pajak dari transportasi daring sehingga belum mengetahui berapa besar potensi pajak transportasi daring.
Wakil Ketua Komisi V DPR Nizar Zahro menyatakan, penerapan pajak transportasi daring merupakan risiko bisnis. Sebab, harus ada rasa keadilan dalam menjalankan bisnis.
''Kalau memang berlaku pajak transportasi daring, diperlakukan sebagai badan hukum koperasi atau taksi manual yang lain, itu sudah wajar. Jadi ada asas keadilan,'' ucapnya.
Sehingga dia menilai transportasi daring maupun manual bisa bersaing secara sehat. Selain itu, negara diuntungkan dengan penerapan pajak. ''Negara hadir, transportasi online dikenai pajak, transportasi manual juga dikenai pajak,'' kata Nizar.
Dia juga tidak mempermasalahkan pengenaan pajak tersebut akan berpengaruh pada kenaikan tarif. Sebab hal itu akan berlaku kompetisi yang sehat. ''Jadi saya pikir, semua pelaku taksi daring dengan ketentuan pajak itu mohon disadari, ini kepentingan bersama berlaku persaingan yang sehat,'' ujar dia.
Sementara itu, taksi manual yang mendapat perlakuan sama dalam pajak tetapi ditinggal pelanggannya, Nizar menilai kondisi itu terjadi karena tidak ada perbaikan. Dia berharap dengan pengenaan pajak tersebut, negara dapat membangun fasilitas transportasi yang memadai.