Selasa 11 Jul 2017 14:17 WIB

Komisi XI DPR Paparkan Sejumlah Anomali dalam RAPBN-P 2017

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Nidia Zuraya
Anggaran Negara (ilustrasi)
Foto: Antara
Anggaran Negara (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Anggota Komisi XI DPR M Misbakhun menilai, ada beberapa anomali dan paradoks terhadap RAPBN-P 2017. Menurut dia, target pertumbuhan ekonomi naik dari 5,1 persen menjadi 5,2 persen. Tapi, pemerintah memotong penerimaan pajak seberas Rp 50 triliun.

''Seharusnya, dengan pertumbuhan ekonomi yang naik, terjadi stimulasi ekonomi. Pemerintah punya alasan bahwa 16 persen saat di APBN normal itu terlalu tinggi untuk pertumbuhan pajak,'' kata Misbakhun, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (11/7).

Pemangkasan target itu karena realisasi di semester I 2017 cuma 12,64 persen. Namun, Misbakhun menyatakan pemotongan sampai 4 persen sangat tinggi. Secara marginal utilities dengan pertumbuhan 0,1 persen dengan penurunan pajak 4 persen ini adalah anomali.

Anomali yang kedua, lanjut dia, pemerintah menaikan defisit. Sementara penerimaan pajak diturunkan karena ada bantalan utang. Ia mencontohkan, dengan defisit 2,9 persen, hal ini seperti kran air. Kalau pemerintah takut defisit naik, krannya dikecilkan supaya ekspansi belanja pemerintah tidak sebanyak yang diperkirakan.

''Tapi ini kan agak berbahaya, semuanya agak kontradiktif kebijakan yang diambil ini kalau ada market yang membaca detail, maka akan terdapat keraguan terhadap kualitas APBN,'' ucap Misbakhun.

Tapi, dia menuturkan, sebenarnya pemerintah ingin membangun kepercayaan diri ekonomi akan tumbuh, sehingga menimbulkan sinyal yang bagus untuk pasar. Oleh karena itu, ia meminta pemerintah membedah lebih dalam dan detail.

''Apa saja yang mengalami kontraksi pertumbuhan. Sebab, kalau swasta tidak bergerak, akan sangat berbahaya pada penerimaan pajak,'' ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement