Selasa 04 Jul 2017 17:39 WIB

Indonesia Lakukan Pertukarkan Informasi dengan Negara Suaka Pajak

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nidia Zuraya
Pajak (ilustrasi)
Foto: oursmart.com
Pajak (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia meneken kerja sama bilateral dengan Swiss terkait kesiapan kedua negara untuk melakukan pertukaran informasi keuangan di tahun 2018 mendatang. Swiss sendiri memang menjadi salah satu incaran pemerintah lantaran selama ini menjadi negara suaka pajak bersama dengan Singapura, Hong Kong, Makau, dan Australia.

Negara-negara tersebut cenderung menjadi lokasi favorit bagi wajib pajak Indonesia untuk menyimpan hartanya sekaligus melakukan tindakan penghindaran pajak.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, deklarasi kerja sama ini mempertegas kesepakatan kedua negara untuk saling bertukar informasi rekening keuangan secara otomatis sesuai dengan Common Reporting Standard mulai tahun 2018. Nantinya pertukaran pertama akan dilakukan pada tahun 2019 dan dilindungi dengan jaminan keamanan data sesuai standar internasional.

Kedua yurisdiksi juga menyatakan akan saling memberikan informasi mengenai perkembangan implementasi CRS daIam peraturan perundang-undangan domestik masing-masing negara, serta menegaskan komitmen untuk terus memperkuat kerja sama di sektor keuangan.

Sri yakin pertukaran informasi dengan Swiss bisa membantu otoritas perpajakan Tanah Air untuk menguak potensi penerimaan dari wajib pajak yang selama ini belum dilaporkan. Ia mengungkapkan, program amnesti pajak memberikan gambaran bahwa mayoritas harta wajib pajak Indonesia yang tersimpan di luar negeri berada di Singapura dan Hongkong, selain sebagian kecil berada di suaka pajak lainnya termasuk Swiss.

Indonesia sempat bergabung dalam perjanjian multilateral dengan 68 negara dunia dalam hal pertukaran informasi keuangan. Hanya saja, ada beberapa negara yang menambahkan klausul untuk melakukan perjanjian bilateral secara khusus bila ingin melakukan pertukaran informasi keuangan secara lengkap.

Negara-negara tersebut termasuk Swiss, Hong Kong, dan Singapura. Bahkan Sri secara tegas mengatakan bahwa negara-negara yang akan diincar Indonesia untuk dilakukan perjanjian bilateral dalam hal pertukaran informasi keuangan adalah Singapura, Hongkong, Makau, Swiss, Inggris, Australia, dan Amerika Serikan.

"Era keterbukaan informasi keuangan menjadikan tak ada lagi tempat untuk sembunyi dari kewajiban perpajakn," ujar Sri di Gedung Mar'ie Muhammad Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Selasa (4/7).

Kerja sama bilateral sebetulnya merupakan salah satu yang dipersyaratkan oleh Swiss dalam mengaktifkan Multilateral Competent Authority Agreement (MCAA) daIam rangka implementasi AEol (Automatic Exchange of Information), untuk mendapatkan persetujuan dari Parlemen Swiss yang keputusannya akan diambil pada akhir tahun 2017.

Deklarasi bersama antara indonesia dan Swiss ini dimungkinkan setelah pada Mei lalu pemerintah lndonesia menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan (Perppu Nomor 1/2017). Beleid ini mengatur wewenang otoritas pajak untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan dari lembaga keuangan di seluruh Indonesia.

Aturan ini sekaligus mempertegas wewenang Menteri Keuangan untuk melaksanakan pertukaran informasi keuangan dengan otoritas yang berwenang di negara atau yurisdiksi lain. "Apalagi Swiss merupakan salah satu financial center terbesar di dunia. Informasi keuangan yang diperoleh dari Swiss dan hampir 100 negara lainnya akan digunakan sebagai basis data perpajakan untuk menguji tingkat kepatuhan pelaporan pajak," jelas Sri.

Duta Besar Swiss untuk Indonesia Yvonne Baumann menambahkan, pihaknya siap melakukan pertukaran informasi keuangan dengan mengacu pada standar yang dibuat oleh Global Forum G20. Apalagi, lanjutnya, Swiss menyadari bahwa harus ada prinsip kesetaraan untuk seluruh negara sehingga tak ada lagi yang disebut negara suaka pajak. Seluruh negara berkomitmen untuk memerangi praktik penghindaran pajak.

"Swiss memiliki kepentingan untuk ikut menerapkan transparansi ini, dan mengadopsi standar global ini. Dan tentunya, kami sadari harus ada level playing field, bahwa kita semua memiliki peran yang sama," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement