REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia masih terus menekan impor jagung. Mebteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan komoditas itu yang sudah berhasil ditekan impornya hingga turun sebesar 66 persen pada 2016.
"Khusus jagung kami prediksi surplusnya bisa dicapai tahun 2018," kata Amran, melalui siaran pers, Senin (12/6).
Hal serupa juga disampaikan Presiden RI Joko Widodo saat membuka Pekan Nasional Tani dan Nelayan (Penas KTNA) di Banda Aceh (6/5) Jokowi mengapresiasi kinerja petani di seluruh Indonesia yang mendukung peningkatan produksi jagung, sehingga Indonesia dapat menekan ketergantungan pada jagung impor 3,6 juta ton pada 2015 menjadi 900.000 ton pada 2016 setelah Pemerintah RI memutuskan harga pembelian pemerintah (HPP) sebesar Rp 3.150 per kg.
Menurut Amran, meski belum surplus, tetapi produksi jagung nasional semakin membaik sehingga stok banyak dan berhasil menekan angka impor sebesar 66 persen.
"Dengan peningkatan produksi, maka pemerintah meyakini produksi jagung Indonesia sudah bisa surplus segera mungkin atau di 2018," katanya.
Produksi yang meningkat tentunya, kata Mentan, juga akan terus membuat impor turun. Dia menegaskan dalam upaya menekan impor, pemerintah bukan hanya mendorong peningkatan produksi di berbagai daerah sentra produksi, tetapi juga menjalin kerja sama dengan asosiasi Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT).
GPMT diminta mendorong perusahaan anggotanya untuk bisa lebih mengutamakan menyerap produksi jagung lokal untuk kebutuhan industrinya, katanya. "Dengan penyerapan jagung lokal, maka petani semakin bergairah bertanam jagung sehingga produksi bisa memenuhi bahkan melebih kebutuhan konsumsi dan pabrikan yang sekitar 1,7 juta ton per bulan," katanya.
Berdasarkan data produksi tahun 2016 sebesar 23 juta ton pipilan kering (BPS) dan target luas tambah tanam jagung 2017 sebesar 700 rb sd 1 juta ha, Indonesia optimis bahkan surplus jagung di 2018.