Kamis 08 Jun 2017 03:53 WIB

SMI Harus Jadi Leader Pembiayaan Infrastruktur Syariah

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Budi Raharjo
Foto aerial proyek pembangunan infrastruktur nasional jalan Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu) di kawasan Rancakalong, Sumedang, Jawa Barat, Selasa (30/5).
Foto: Antara/Fahrul Jayadiputra
Foto aerial proyek pembangunan infrastruktur nasional jalan Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu) di kawasan Rancakalong, Sumedang, Jawa Barat, Selasa (30/5).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Porsi pembiayaan syariah di Indonesia, khususnya ke proyek infrastruktur, hingga saat ini masih relatif kecil. Untuk itu diperlukan lead yang dapat memimpin pembiayaan infrastruktur dengan skema syariah.

Ekonom Syariah Adiwarman Karim menjelaskan, ada dua alasan masih sedikitnya porsi pembiayaan infrastruktur dengan skema syariah di Indonesia. Pertama, para investor yang masih menahan diri untuk terjun ke proyek infrastruktur berbasis syariah karena istilah yang masih belum dipahami luas.

"Istilah yang belum dipahami ini yang membuat terutama investor atau pemilik dana ragu untuk berinvestasi di syariah," ujar Ekonom Syariah Adiwarman Karim dalam diskusi Perkembangan Kinerja dan Pembiayaan Syariah di Kantor Pusat Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI), Rabu (7/6).

Padahal, menurut Adiwarman, secara umum artinya tidak jauh berbeda dengan istilah konvensional. Terlebih lagi ada Dewan Syariah Nasional yang nantinya dapat mendampingi agar dapat sharia compliant, sehingga ia menegaskan agar para investor tidak ragu untuk terjun ke syariah.

Hal kedua yang menjadi penyebab kurangnya porsi pembiayaan syariah nasional karena kebanyakan bank syariah di Indonesia masih tergolong kecil, yaitu termasuk kelompok Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) 2 dengan modal inti Rp 1 triliun hingga Rp 5 triliun. Hanya satu bank syariah yang masuk kelompok BUKU 3 dengan modal inti di atas Rp 5 triliun, yakni Bank Syariah Mandiri (BSM).

Dengan kecilnya kapasitas bank syariah, maka Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) bank syariah pun tidak bisa besar, sehingga tidak bisa ikut membiayai proyek infrastruktur yang memiliki nilai proyek besar.

"Untuk itu, industri perbankan syariah memerlukan sosok pemimpin yang dari segi modal dia punya, dan kapasitas dia punya, yaitu PT SMI," ucap Adiwarman.

Menurut Adiwarman, dengan adanya PT SMI sebagai lead sindikasi pembiayaan, bank- bank syariah dapat ikut menyalurkan pembiayaan ke proyek- proyek infrastruktur. Selain itu, PT SMI sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang membiayai proyek-proyek infrastruktur diharapkan dapat menarik dana dari investor luar negeri dengan skema syariah.

"Oleh karena itu kita harapkan SMI bukan saja jadi leader (dalam pembiayaan), tapi SMI bisa menarik dana dari investor luar negeri untuk membiayai proyek infrastruktur di Indonesia. Dengan modal dan rating yang dimiliki, akan lebih mudah menarik dana," kata Adiwarman.

Direktur Keuangan PT SMI, Agresius R Kadiaman mengungkapkan, pihaknya saat ini sudah melakukan pendekatan kepada bank-bank syariah anak usaha BUMN untuk melakukan pembiayaan sindikasi. Rencananya sindikasi ini dapat dilakukan pada kuartal III mendatang. Namun, ia belum mau mengungkapkan proyek apa yang akan didanai oleh sindikasi ini.

"Kita sudah siap, member sindikasi sudah siap. Dari BUMN sedang mempelajari lebih lanjut untuk kesiapan bank-banknya. Kalau kami sendiri sanggup membiayai hingga Rp 1 triliun," kata Agresius.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement