Senin 22 May 2017 16:18 WIB

Pemerintah Diminta Hentikan Impor Bibit Kelapa Sawit

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Dwi Murdaningsih
Pekerja memanen tandan buah segar kelapa sawit.  (ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Pekerja memanen tandan buah segar kelapa sawit. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia sebagai pusat minyak sawit mentah (CPO) dunia sayangnya masih bergantung pada bibit kelapa sawit impor. Padahal, bibit produksi dalam negeri dinilai over supply.

"Harusnya bibit impor dihentikan," kata Kepala Pertanaman dan Divisi Bioteknologi PT SMART Tbk Tony Liwang, Senin (22/5).

Apalagi, kualitas bibit kelapa sawit lokal merupakan kualitas satu. Salah satu bibit yang diakuinya unggul adalah Eka 1 dan Eka 2. Bibit hasil kultur jaringan ini diklaim mampu memproduksi minyak lebih banyak dari bibit kelapa sawit pada umumnya.

"Diharapkan bisa menghasilkan 10,8 ton CPO per hektare dengan tingkat ekstraksi minyaknya sebesar 32 persen," ujar dia.

Sebab, material tanam ini memiliki kandungan minyak yang sangat tinggi di dalam buah sawitnya. Sedangkan Eka 2 mampu mencapai produktivitas 13 ton per hektare dengan tingkat ekstraksi minyak 36 persen. Masa panen Eka 1 dan Eka 2 juga diperkirakan 24 bulan. Itu artinya lebih cepat dibanding rata-rata industri saat ini yakni 30 bulan.

Dua material tanam klonal kelapa sawit tersebut kini telah resmi terdaftar di Katalog Bibit Indonesia dan disetujui penggunaannya oleh Kementerian Pertanian 21 April lalu.

Direktur Utama PT SMART Daud Dharsono menilai ini merupakan sebuah prestasi dan terobosan baru. Dengan begitu pihaknya turut ambil bagian dalam upaya peningkatan produktivitas minyak sawit tanah air tanpa harus membuka banyak lahan baru.

Sayangnya saat ini Eka 1 dan Eka 2 belum bisa diproduksi secara komersil karena masih cukup terbatas. Dua bibit unggul tersebut baru bisa digunakan untuk peremajaan 4 ribu hektare lahan kelapa sawit pihaknya.

"Untuk intern saja masih perlu upaya lebih keras karena saat ini fasilitas laboratorium kami hanya satu unit," kata dia.

Namun pihaknya tengah membanngun fasilitas kultur jaringan berkapasitas 4 juta ramet per tahun dan diharapkan mampu memproduksi untuk komersil pada awal atau pertengahan tahun depan. Menurutnya, kemampuan produksi komersil bibit tersebut akan lebih baik jika diimbangi dengan upaya replanting oleh pemerintah.

"Moga-moga tahun depan ada replanting secara nasional," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement