Kamis 18 May 2017 23:56 WIB

Ekspor Industri Kulit dan Barang Jadi Kulit Capai 162 Juta Dolar AS

Pengunjung melihat sepatu kulit yang dijual dalam pameran produk unggulan Industri Kecil dan Menengah (IKM) di Plasa Pameran Industri, Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa (16/6).(Republika/Agung Supriyanto)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pengunjung melihat sepatu kulit yang dijual dalam pameran produk unggulan Industri Kecil dan Menengah (IKM) di Plasa Pameran Industri, Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa (16/6).(Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dirjen Industri Kimia, Tekstil dan Aneka Kementerian Perindustrian, Achmad Sigit Dwiwahjono, mengatakan industri kulit, barang jadi dan alas kaki merupakan industri strategis dan prioritas untuk dikembangkan sesuai dengan RIPIN 2015-2035. Hal ini disampaikan pada acara pengukuhan pengurus Asosiasi Penyamak Kulit Indonesia (APKI) di Hotel Golden Boutique, Jakarta, Kamis (18/5).

Laju industri tersebut sampai dengan triwulan I tahun 2017 mencapai 7,41 persen yang berarti lebih tinggi dibandingkan industri pengolahan non-migas sebesar 4,71 persen. “Nilai ekspor kulit dan barang jadi kulit sampai dengan triwulan I 2017 mencapai 162 juta dolar AS dan menyerap 192 ribu orang,” kata Sigit dalam rilisnya, Kamis (18/5).

Industri penyamakan kulit nasional merupakan industri yang sangat potensial untuk dikembangkan karena kualitas kulit nasional sudah diakui dunia sebagai bahan baku barang jadi kulit dan alas kaki berkualitas tinggi.

“Potensi pengembangan kulit juga sangat baik karena ekspor alas kaki yang cenderung meningkat setiap tahunnya," ujarnya.

Namun, meskipun demikian industri tersebut masih menghadapi masalah yakni kontinuitas pasokan bahan baku berupa kulit hewan baik dari dalam negeri maupun impor. Hal ini dikarekanan adanya kendala tata niaga impor, permasalahan limbah, keterbatasan SDM yang terampil, prosedur karantina serta kebijakan bea keluar ekspor kulit.

Sigit menyebutkan, setidaknya diperlukan beberapa insentif/kebijakan yang dinilai paling berpotensi mendongkrak pertumbuhan dan mengatasi permasalahan pada industri kulit dan barang jadi kulit.

“Misalnya menghilangkan prosedur karantina untuk kulit jadi, pengaturan ekspor kulit mentah sebagai bahan baku industri kulit yang berpihak kepada industri dalam negeri, menghapus regulasi impor dari semua negara tanpa mengurangi pencegahan masuknya Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) dan fasilitasi pengelolaan limbah industri kulit oleh pemerintah daerah dan pusat serta meningkatkan kemampuan SDM industri melalui pendidikan vokasi," ujar Sigit.

Sigit mengaku, insentif kebijakan tersebut tidak dapat diselesaikan sendiri oleh Kementerian Perindustrian. Oleh sebab itu diperlukan kerjasama dan koordinasi lintas sektor khususnya dari Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, asosiasi dan seluruh pelaku usaha industri kulit dan barang jadi kulit serta industri terkait lainnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement