Kamis 18 May 2017 09:24 WIB

Serikat Pekerja Nilai Manajemen Freeport Tekan Karyawan yang Mogok

Red: Nur Aini
Pekerja PT Freeport memasuki Kawasan Terminal Gorong-Gorong, Timika, Papua, Minggu (30/4).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Pekerja PT Freeport memasuki Kawasan Terminal Gorong-Gorong, Timika, Papua, Minggu (30/4).

REPUBLIKA.CO.ID, TIMIKA -- Pimpinan Unit Kerja Serikat Pekerja Kimia, Energi, dan Pertambangan PT Freeport Indonesia menilai manajemen perusahaan itu telah melakukan tindakan menekan para pekerjanya yang sedang mogok kerja dengan ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Hal ini sebenarnya sudah berulang-ulang mereka sampaikan. Hanya saja kami tidak mau menanggapi sampai ada kesepakatan yang nantinya ditandatangani bersama," kata Ketua Bidang Organisasi PUK SP-KEP SPSI PT Freeport Yafet Panggala di Timika, Kamis (18/5).

Yafet mengakui selama karyawan melakukan aksi mogok kerja bersama di Timika sejak 1 Mei lalu, pihak manajemen perusahaan melakukan berbagai upaya untuk menekan dan memengaruhi para pekerja agar menghentikan aksi tersebut dan bekerja kembali. "Mereka menggunakan segala macam cara untuk menekan kami," ujarnya.

Terhitung hingga 15 Mei 2017, manajemen PT Freeport telah mem-PHK sebanyak 840 orang karyawan yang terlibat aksi mogok kerja. Executive Vice President PT Freeport Bidang Human Resources Achmad Didi Ardianto menegaskan bahwa sebanyak 840 orang karyawan permanen PT Freeport tersebut dianggap mengundurkan diri secara sukarela lantaran tidak menghubungi perusahaan untuk mengonfirmasi kesempatan bekerja kembali.

Didi bahkan memprediksi jumlah karyawan yang akan mengalami konsekuensi serupa akan bertambah jika mereka mengabaikan anjuran perusahaan untuk melapor. Konsekuensi PHK bagi karyawan yang mangkir bekerja itu, kata dia, bukan merupakan tindakan sewenang-wenang oleh perusahaan. Namun, hal itu mengacu pada ketentuan yang termuat dalam Pasal 27.10 Pedoman Hubungan Industrial dan sesuai dengan UU Ketenagakerjaan.

Ia menegaskan bahwa karyawan yang mangkir selama lima hari berturut-turut tanpa alasan dan menolak bekerja kembali setelah menerima dua surat panggilan akan dianggap mengundurkan diri secara sukarela dari perusahaan. "Artinya, mereka tidak lagi menjadi karyawan PT Freeport Indonesia dan akan menerima pembayaran akhir. Kami ingin karyawan kami kembali. Akan tetapi, itu akan menjadi keputusan mereka sendiri. Apakah mereka ingin bergabung kembali atau meninggalkan perusahaan dan menghadapi masa depan yang tak pasti," ujar Didi dalam surat interoffice memonya, Senin (15/5).

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement