REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Bank Pembangunan Islam atau Islamic Development Bank (IDB) menegaskan komitmennya untuk menutup kekurangan pembiayaan pembangunan infrastruktur negara anggotanya.
Presiden IDB Bandar Al Hajjar menyebutkan, total belanja pemerintah untuk pembangunan infrastruktur di tahun 2017 menyentuh 3,3, triliun dolar AS. Namun, kemampuan seluruh negara anggota IDB hanya 2,5 triliun dolar AS. Artinya ada kekurangan hingga 800 miliar dolar AS untuk memenuhi kebutuhan pembangunan infrastruktur.
"Rata-rata financing gap hingga 200 miliar dolar AS. Ini butuh partisipasi sektor swasta," ujar Bandar di Pertemuan Tahunan Forum Investasi IDB di Nusa Dua, Bali, Selasa (11/4).
Menurut Bandar, pemenuhan pembiayaan infrastruktur sangat mungkin ditutup dengan pemanfaatan Sovereign Wealth Fund (SWF) atau dana abadi yang dihimpun oleh negara-negara donor. Catatan IDB, dari total 7 triliun dolar AS dana SWF yang ada di dunia, 3,3 triliun dolar AS di antaranya dimiliki oleh negara-negara anggota IDB.
Dana abadi ini lah yang kemudian dibidik oleh pemerintah Indonesia untuk menjadi sumber pendanaan proyek infrastruktur. Potensi pembiayaan dari SWF negara IDB ditargetkan mencapai satu miliar dolar AS.
"Indonesia memiliki potensi untuk tumbuh di atas 5 persen ke depan. Semoga hal ini mendukung pembangunan infarstruktur," katanya.
Sementara itu, pemerintah Indonesia siap menampung aliran dana investasi dari IDB hingga 1 miliar dolar AS. Nilai sebesar itu hanya untuk kerja sama dengan yang dijalin dengan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), BUMN yang menyediakan penyediaan pembiayaan untuk infrastruktur.
SMI akan diminta mengelola dana abada di negara donor IDB untuk kemudian dialokasikan ke dalam proyek-proyek infrastruktur prioritas nasional. Selain itu, dalam program Member Country Partnership Strategy (MCPS) tahap II pada 2016 hingga 2020 ditargetkan investasi IDB ke Indonesia menyentuh 5,2 miliar dolar AS.