REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemerintah berupaya mencari alternatif pembiayaan untuk program sertifikasi tanah. Sesuai target yang ditetapkan Presiden Jokowi, sebanyak 5 juta sertifikat lahan harus sudah disertifikasi di tahun 2017 ini.
Namun, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 baru menyediakan sumber pembiayaan untuk 2 juta bidang lahan saja. Sementara 3 juta bidang lahan sisanya akan dicarikan sumber pendanaan melalui APBN Perubahan 2017 mendatang.
Masalah yang muncul kemudian, menunggu pembiayaan dari APBNP 2017 dianggap akan memakan waktu. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan, pemerintah sedang membutuhkan pembiayaan secara cepat untuk bisa mengejar target sertifikasi 5 juta sertifikat lahan di tahun ini. "Tapi kalau ditunggu APBNP-nya itu terlambat karena persiapannya pasti banyak," ujar Darmin di Kemenko Perekonomian, Jumat (7/4).
Demi mencari solusi atas masalah ini, Darmin melanjutkan, Kementerian Keuangan sudah menyatakan kesiapannya untuk mencarikan jalan keluar dengan memberikan bridging atau pinjaman jangka pendek agar kebutuhan pendanaan sertifikasi lahan bisa tercapai. Selain itu, pemerintah juga sedang menyiapkan pengembangan pendidikan vokasi untuk menghasilkan juru ukur tanah yang independen.
"Saya kan pernah cerita mengenai pelatihan dan pendidikan vokasi yang akan mencetak juru ukur dan asisten juru ukur," katanya.
Sembari menunggu waktu penyiapan juru ukur dari sekola vokasi, pemerintah membuka peluang juru ukur independen baik dari dalam atau luar negeri untuk masuk dalam proyek sertifikasi lahan di Indonesia. Hanya saja, skema ini belum diatur oleh pemerintah. Darmin menambahkan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang akan mengatur detil aturan bila ada juru ukur independen yang ikut andil dalam sertifikasi tanah.
"Misalnya pada bulan Juni. Dia akan umumkan dan mengundang. Dia akan berikan petanya, situasi lahannya, dan ditenderkan kepada juru ukur independen yang sudah paling tidak berbentuk Firma dia. Kalau independen orang per orangan, nanti lari dia," ujar Darmin.
Darmin menegaskan bahwa kebutuhan atas juru ukur memang mendesak. Apalagi, menurutnya, ketrampilan sebagai juru ukur juga dibutuhkan dalam pembebasan lahan terkait proyek 35 ribu Mega Watt (MW) yang sedang dikebut pemerintah. Catatan Kementerian ATR, dari 106 juta bidang tanah, baru 46 juta bidang yang telah disertifikatkan. Seluruh lahan ini ditargetkan sudah disertifikasi pada 2025 mendatang.
Di sisi lain, pemerintah juga tengah menyiapkan dua regulasi untuk mengoptimalkan pelaksanaan Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI). Pertama adalah Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Permenko) tentang Mekanisme dan Tata Kerja. Kedua Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Kepmenko) tentang Pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) dan Sekretariat.
Darmin menyebutkan, satu bagian dari program SNKI yang menjadi prioritas pemerintah adalah Sertifikasi Aset Rakyat. “Alasan menggunakan terminologi Sertifikasi Aset Rakyat adalah karena ini bukan hanya soal tanah, tetapi kita juga akan menjangkau peternak, nelayan, dan lain-lain”, jelasnya.
Presiden Jokowi sempat menyebutkan bahwa kepemilikan sertifikat tanah merupakan bukti sebagai pemilik sah suatu lahan di NKRI. Kendati demikian, masih banyak masyarakat yang belum mendapatkan sertifikat. Selama ini, ujar Presiden Jokowi kendala utama yang dihadapi dalam pembagian sertifikat kepada masyarakat adalah kurangnya jumlah tenaga juru ukur. Presiden meminta ditambahnya juru ukur baik melalui jalur rekrutmen Pegawai Negeri Sipil maupun jalur alih daya.