Sabtu 01 Apr 2017 20:45 WIB

Repatriasi Gagal Capai Target, Komisi XI DPR: tak Perlu Mengemis

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nur Aini
Petugas pajak melayani warga yang mengikuti program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) di Kantor Direktorat Jendral Pajak, Jakarta, Jum'at (31/3).
Foto: Antara/Atika Fauziyyah
Petugas pajak melayani warga yang mengikuti program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) di Kantor Direktorat Jendral Pajak, Jakarta, Jum'at (31/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR RI Hendrawan Supratikno menuturkan masih adanya harta atau aset tak bergerak yang dimiliki wajib pajak di luar negeri harus diikhlaskan. Dia menegaskan tidak boleh ada pemberian tambahan waktu bagi wajib pajak untuk melakukan repatriasi aset tak bergeraknya di luar negeri.

"Ya nggak bisa, itu kan undang-undang (UU 11/2016 menyatakan batas waktu amnesti pajak sampai 31 Maret 2017), itu artinya sudah tutup buku. Pintu pengampunan sudah ditutup. Yang belum melapor, silakan menikmati dunianya sendiri, dari dulu juga orang yang menyimpan hartanya di LN sudah banyak," kata dia, Sabtu (1/4).

Siapapun, kata Hendrawan, tentu tidak bisa memaksa orang untuk memulangkan hartanya ke Indonesia. Lagi pula, menurut dia, program amnesti pajak ini sifatnya opsional. Jika ada wajib pajak yang tidak mengikuti program tersebut, tentu harus ditanggung dengan segala risikonya. "Jadi meski target tak tercapai, kita tak perlu menangis atau mengemis," kata dia.

Namun, Hendrawan mengatakan, penerimaan negara dari amnesti pajak ini masih lebih baik ketimbang negara lain. Menurutnya, hal yang diperlu dilakukan saat ini, adalah menjadikan Indonesia sebagai negara yang layak investasi. Artinya, setelah amnesti pajak ini berakhir pada 31 Maret kemarin, reformasi sistem perpajakan nasional juga harus dilakukan.

DPR, kata Hendrawan, tengah fokus pada revisi dua undang-undang, yakni UU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan UU tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak. Arahnya, yakni untuk memperkuat ketaatan pembayaran pajak yang membangun transparansi dan akuntabilitas perpajakan.

"Kalau pengampunan pajak ini tidak disertai dengan sistem perpajakan yang baru, maka nanti orang akan menunggu terus supaya nanti ada pengampunan berikutnya," kata dia.

Seperti diketahui, dalam program amnesti pajak ini, pemerintah menargetkan perolehan dana tebusan sebesar Rp 165 triliun, repatriasi sebesar Rp 1.000 triliun, dan deklarasi luar dan dalam negeri sebesar Rp 4.000 triliun. Dari tiga ini, hanya deklarasi luar dan dalam negeri yang melebihi target, dengan capaian total 4.813 triliun. Untuk dana tebusan, yang terealisasi yakni sebesar Rp 114 triliun.

Sedangkan realisasi repatriasi harta, yakni sebesar Rp 147 triliun. Namun, baru ada Rp 121 triliun repatriasi harta yang benar-benar sudah dibawa masuk ke Indonesia. Artinya, masih ada Rp 24,7 triliun harta yang sebelumnya dijanjikan oleh wajib pajak untuk dibawa masuk ke Indonesia tetapi urung terealisasikan.

Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan potensi repatriasi yang hilang sebesar Rp 24,7 triliun itu salah satunya karena harta yang akan direpatriasikan berupa harta nonlikuid, seperti aset yang masih berupa rumah, bangunan, Surat Berharga Negara (SBN), atau deposito. Semua aset ini butuh proses administrasi yang cukup rumit di negara asal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement