Ahad 26 Mar 2017 13:30 WIB

Kementerian Pertanian Target tak Impor Beras Hingga 2019

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Nur Aini
Menteri Pertanian Amran Sulaiman memberikan arahan pada acara Akselesai Serap Gabah Petani di kantor Kementan, Ahad (26/3).
Foto: Republika/Debbie Sutrisno
Menteri Pertanian Amran Sulaiman memberikan arahan pada acara Akselesai Serap Gabah Petani di kantor Kementan, Ahad (26/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan tidak ada impor beras hingga 2019. Salah satu upaya yang tengah digencarkan adalah penyerapan gabah dari petani. Melalui penyerapan gabah secara maksimal maka stok beras akan melimpah sehingga pemerintah tidak perlu melakukan impor.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan, tim Serap Gabah Petani (Sergap) yang dibentuk pada Januari 2017 telah memperlihatkan kinerjanya. Sergap dinilai menjadi solusi efektif memotong rantai pasok tata niaga, menjamin produk petani dibeli, melindungi harga gabah petani ,dan memperkuat stok cadangan beras pemerintah. Keberadaan tim ini dinilainya berhasil membuat serapan gabah lebih banyak dengan menjaga agar nilai jual gabah dari petani tidak anjlok.

 "Kita awalnya hanya mampu 2.000 ton per hari. Sekarang kita mampu menyerap gabah hingga 20 ribu ton per hari. Tapi ini kira targenya naik hingga 30 ribu ton per hari," kata Amran dalam pertemuan Akselerasi Serap Gabah Petani di kantor Kementan, Jakarta, Ahad (26/3).

Amran menjelaskan, sebelum adanya Sergab serapan gabah per hari berada di kisaran 2.000 ton per hari. Dengan percepatan ini, Kementan meningkatkan serapannya mencapi 800-1.000 persen. Melalui serapan yang cukup banyak setiap harinya maka stok beras di gudang Bulog sekitar 1,9 juta ton beras akan mencukupi kebutuhan hingga akhir tahun.

Jika serapan gabah bisa konstan di angka 25 ribu-30 ribu per hari, maka bisa diprediksi gudang beras hingga akhir tahun bisa mencapai 2,5-3 juta ton. Angka ini kemudian akan bertambah pada 2018 sehingga pada 2019 bisa diprediksi pemerintah tidak akan mengimpor beras.

Amran menjelaskan, pemerintah telah menggenjot kinerja untuk meningkatkan produksi gabah. Hal itu mulai dari penambahan lahan tani, pembuatan irigasi, hingga pemberian bibit unggul dilakukan agar produksi gabah setiap panen bisa bertambah. Jika biasanya panen hanya bisa dilakukan dalam kurun waktu tertentu, maka pemerintah berupaya agar setiap bulan bisa ada daerah yang melakukan panen.

"Ini bukan lagi seperti jaman dulu ada panen atau tidak panen. Hari ini setiap hari dengan strategi baru, tiap hari tanam, tiap hari panen, jadi tak ada hari tanpa tanam dan panen, juga mengolah tanah," ujar Amran.

Kementerian Pertanian telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 3 Tahun 2017, yang merupakan turunan dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2017 tentang penyerapan gabah. Salah satu isinya menuangkan bahwa Kementerian Pertanian wajib menyerap gabah meski memiliki kadar air 25-30 persen. Namun, harga yang diberikan kepada petani tidak turun atau sekitar Rp 3.700 per kilogram (kg).

Dengan peraturan ini maka pemerintah mengharuskan semua pihak baik BUMN maupun swasta yang menjadi mitra harus menyerap gabah meski kadar airnya lebih tinggi. Kemudian gabah ini akan dikeringkan dengan dryer (pengering gabah) agar beras yang dihasilan bermutu baik.

Direktur Pengadaan Bulog Tri Wahyudi mengatakan, Bulog tela menyiapkan anggaran sebesar Rp 30 triliun untuk penyerapan gabah sepanjang 2017. Jika anggaran ini masih kurang, Bulog akan meminjam dana perbankan yang dijamin oleh pemerintah.

Meski kadar gabah yang dibeli masih tinggi, terdapat 51 dryer milik pemerintah yang akan ditambah dari pihak swasta agar gabah dengan kadar air tinggi bisa diproses menjadi beras berkualitas. "Semua akan kita pakai termasuk dengan yang mitra agar serapan gabah bisa lebih banyak dan harga beli bagus," ujar Tri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement