REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga pemeringkat investasi, Standard & Poor's (S&P) melakukan penilaian atas kinerja investasi di Indonesia. Menteri Koordinator Bidang Perekonomin Darmin Nasution menjelaskan, S&P telah melakukan pertemuan dengannya dengan beberapa poin penting pembicaraan.
Darmin mengungkapkan, S&P fokus pada kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah, kebijakan perpajakan, serta pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Selain itu, mereka juga banyak bertanya soal reformasi, deregulasi, debirokratisasi," ujar Darmin di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, di Jakarta, Rabu (22/3).
Darmin menyebutkan, pertemuan dengan S&P ini nantinya akan menjadi bahan pertimbangan lembaga pemeringkat tersebut dalam menentukan rating investasi di Indonesia. S&P masih memberi peringkat Indonesia di level BB+ atau di bawah investment grade.
Sementara itu, lembaga pemeringkat lain seperti Fitch Ratings dan Moody's telah memberikan peringkat 'investment grade' ke Indonesia, sekaligus merevisi outlook dari 'stable' menjadi 'positive'. Peringkat terbaru, Indonesia juga mendapat peringkat dari Japan Credit Rating Agency (JCRA), yakni dari 'stable' menjadi 'positive'.
Tahun ini Indonesia tengah menunggu pengumuman dari S&P pada pertengahan Mei mendatang. Jika rating-nya naik, maka ada harapan bagi kenaikan kinerja indeks di bursan saham serta pertumbuhan ekonomi. Apalagi, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) catatkan rekor di level 5.540,43 pada akhir pekan lalu. Hal itu diharapkan bisa mendorong optimisme dan keyakinan para investor untuk berinvestasi di Indonesia.
Baca juga: Lembaga Pemeringkat Keuangan S&P Temui Pemerintah, Ada Apa?