Selasa 21 Mar 2017 14:10 WIB

Penyebab Ketimpangan Ekonomi Masih Terjadi di Indonesia

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
Ilustrasi Kesenjangan Ekonomi
Foto: Republika/Mardiah
Ilustrasi Kesenjangan Ekonomi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), Yukki Nugrahawan Hanafi menilai ketimpangan perekonomian di Indonesia terjadi akibat ketiadaan dukungan manajemen rantai pasok komoditi di daerah pedesaan dan perkotaan. Persoalan ini mengakibatkan harga sejumlah komoditas meningkat drastis.

Yukki mengatakan pemerataan pembangunan ekonomi dalam negeri baru dapat terwujud bila pemerintah membenahi sistem logistik nasional, dan melakukan upaya peningkatan kualitas distribusi komoditi perdagangan dengan manajemen rantai pasok. 

“Indonesia sebagai negara maritim harus memiliki sistem logistik yang handal untuk mendukung distribusi logistik baik nasional dan regional, serta memperbaiki perangkat sistem logistiknya. Dengan begitu, kita bisa menekan biaya hingga 10 persen, dan memudahkan akses antar pulau,” ujar Yukki di Jakarta (21/3).

Yukki mengaku melihat banyak ketimpangan dan ketidakadilan antara produsen di daerah pedesaan dengan pedagang besar di perkotaan. Yukki mengambil contoh dari sektor pertanian, dimana para petani sebagai produsen produk- produk pertanian justru menerima penghasilan jauh lebih rendah ketimbang pengumpul dan pedagang besar di kota. Akibatnya, kesejahteraan petani di desa tidak meningkat. 

 “Semuanya itu akibat tidak adanya sistem logistik daerah (sislogda) sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan. Begitu juga dengan sektor perikanan. Meskipun sudah dibangun Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN), tapi belum didukung manajemen rantai pasok yang handal sehingga komoditi perikanan tetap relatif mahal,” ungkap Yukki.

Yukki juga mengatakan pemberdayaan Industri Kecil dan Menengah (IKM) di daerah-daerah pada umumnya tidak menerapkan manajemen rantai pasok yang tepat, sehingga tidak berkembang maksimal.  Dalam pengamatannya, IKM di daerah pada umumnya masih terpusat pada sistem produksi namun tidak terintegrasi dengan aspek pemasaran. 

“Di era digital saat ini, proses produksi dan pemasaran produksi komoditi perdagangan sudah menjadi satu kesatuan. Bahkan, di negara- negara maju telah menerapkan Supply Chain Management (SCM) Plus,” ujar Yukki.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement