Selasa 07 Mar 2017 17:59 WIB

PJT II Jatiluhur Klaim Banyak Lahan Pengairan yang Dikuasai Oknum

Rep: Ita Nina Winarsih/ Red: Agus Yulianto
Tinggi muka air (TMA) Waduk Jatiluhur terus meningkat, seiring dengan masih tingginya curah hujan, Selasa (7/3). Saat ini, ketinggian volume air waduk ini mencapai 104,24 mdpl.
Foto: Republika/Ita Nina Winarsih
Tinggi muka air (TMA) Waduk Jatiluhur terus meningkat, seiring dengan masih tingginya curah hujan, Selasa (7/3). Saat ini, ketinggian volume air waduk ini mencapai 104,24 mdpl.

REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- PJT II Jatiluhur mengklaim, lahan di pinggiran bantaran sungai banyak diserobot oknum masyarakat. Bahkan, lahan milik pemerintah tersebut tak sedikit yang dijual ke pengembang. Akibatnya, pemerintah kehilangan aset negara itu.

"Saat ini, perusahaan sedang menginventarisasi luasan lahan yang dikuasai oknum itu," kata Direktur I PJT II Jatiluhur, Sumyana Sukandar, Selasa (7/3).

Dia mengatakan, kasus penyerobotan lahan ini, sebenarnya sudah lama terjadi. Akan tetapi, pihaknya baru diinstruksikan untuk mengatasi permasalahan ini. Karenanya, langkah awal PJT melakukan inventarisasi data terlebih dahulu.

"Kita akan cocokan data yang kita miliki dengan fakta di lapangan," ujarnya, kepada Republika,co.id, Selasa (7/3). Nmaun, untuk menginventarisasi data lahan yang dikuasai oknum ini, tidaklah mudah. Pasalnya, petugasnya banyak mendapat halangan. Terutama, dari preman yang membekingi oknum atau pengembang tersebut.

Meski demikian, pihaknya akan terus berupaya supaya aset negara itu bisa kembali lagi. Apapun caranya. Termasuk, menempuh jalur hukum. Dengan kata lain, bila ada pihak yang telah terbukti melakukan tindak pidana, termasuk oknum pejabat di PJT, maka tak menutup kemungkinan akan dibawa ke ranah hukum.

Sumyana mengaku, dari sejumlah wilayah yang menjadi cakupan PJT II Jatiluhur, kasus penyerobotan tanah paling tinggi terjadi di Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi dan Karawang. Teruma, di bantaran Sungai Kalimalang. "Tapi, Subang juga potensinya tinggi. Apalagi, akan ada Pelabuhan Patimban," ujarnya.

Menurut Sumyana, lahan milik pemerintah yang di bantaran sungai itu, radiusnya antara 15-20 meter dari bibir sungai. Tergantung dari lokasinya. Kalau sempadan, maka akan lebih luas lagi.

Seharusnya, di atas lahan tersebut memang dilarang untuk didirikan bangunan. Karena itu, untuk jalan air. Tetapi, banyak masyarakat yang tidak mengerti. Makanya, saat ini, sering terjadi air sungai meluap dan membanjiri pemukiman. Akibat, jalan airnya tergerus oleh bangunan. "Kami juga akan menggandeng pemerintahan setempat, supaya aset negara itu bisa kembali lagi sesuai peruntukannya," ujarnya.

Sekertaris PJT II Jatiluhur Haris Zulkarnaen mengatakan, luas Waduk Jatiluhur ini mencapai 87 kilometer persegi. Saat ini, pihaknya sedang menggejonjot pengisian air ke waduk. Tujuannya, supaya stok air untuk musim gadu mendatang tercukupi. "Kita itu diberi tanggung jawab oleh pusat, untuk bisa mengairi 240 ribu areal sawah di lima wilayah," ujarnya.

Dengan suplai air yang tersedia ini, berarti PJT II berkontribusi terhadap ketahanan pangan nasional. Sebab, lahan sawah yang airnya tetap harus terjaga ini bila diprosentasekan mencapai 40 persen dari total luas areal persawahan secara nasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement