Rabu 22 Feb 2017 05:41 WIB

Ditjen Pajak Minta Freeport Cek Lagi Tanggungan Pajak Perusahaan

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Budi Raharjo
 Aktivitas penambangan di areal pertambangan Grasberg PT Freeport, Mimika, Papua.
Foto: Reuters/Stringer
Aktivitas penambangan di areal pertambangan Grasberg PT Freeport, Mimika, Papua.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah meminta PT Freeport Indonesia (PTFI) memikirkan ulang keberatan perusahaan terkait aturan perpajakan yang harus ditaati. Hal ini setelah pemerintah mengharuskan PTFI mengubah status kontraknya dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Perubahan ini juga membuat beberapa poin aturan perpajakan yang harus disetorkan PTFI ikut berubah. Freeport ingin agar aturan perpajakan yang mereka anut tetap mengacu pada Kontrak Karya (KK), meski secara hukum mereka merupakan pemegang IUPK. Artinya, Freeport ingin mendapat insentif pajak.

Sebetulnya, IUPK sendiri memaksa Freeport tunduk pada Peraturan Pemerintah nomor 1 Tahun 2017 tentang Minerba. Dalam beleid tersebut ditetapkan sistem pajak prevailing di mana Freeport harus ikut atauran yang berlaku.

Sistem prevailing artinya, pajak dan royalti yang dibayar Freeport dapat dinamis sesuai aturan yang ada. Sedangkan Freeport bersikukuh untuk memegang aturan perpajakan dalam KK, di mana sifatnya naildown. Sistem ini membuat Freeport harus membayar pajak dan royalti dengan ketentuan yang tetap, tanpa perubahan hingga kontrak usai.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama menilai, keberatan PTFI atas perubahan skema perpajakan sebetulnya hak perusahaan. Namun ia meminta Freeport untuk memikirkan kembali apakah aturan perpajakn yang berlaku di bawah IUPK akan merugikan perusahaan atau tidak.

Yoga menegaskan tren pajak yang ditagihkan oleh pemerintah sebetulnya menunjukkan penurunan. "Keberatan itu masalah mereka. Tapi PP nomor 1 2017 dan Permen ESDM konsisten dengan itu. Mereka hitung saja, apakah menimbulkan beban pajak yang besar atau tidak," kata Yoga di Gedung Mar'ie Muhammad Kantor Ditjen Pajak Kemenkeu, Selasa (21/2).

Sementara itu, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta pemerintah bersikap adil dalam menghadapi perselisihan soal kesepakatan status kontrak PT Freeport Indonesia (PTFI). Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan P Roeslani menjelaskan, pihaknya sudah menyampaikan pandangan dari kalangan pengusaha terkait masalah polemik PTFI ini kepada pemerintah.

Poin utama yang ia sampaikan adalah bagaimana kedua pihak bisa duduk bersama dan melakukan perundingan terkait bagaimana kelanjutan status kontrak perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut. Namun, Rosan juga meminta pemerintah tidak mengabaikan kontrak yang sudah diteken tahun 1991 yang lalu. Kontrak Karya (KK) yang dibuat dua dekade lalu, menurutnya, tetap harus ditaati oleh pemerintah. Seperti diketahui, dalam KK tersebut memberikan jaminan operasional bagi Freeport hingga 2021.

"Apa yang sudah ada dalam kontrak, harus dipatuhi kedua pihak. Kalau ada salah satu tidak sesuai dengan yang disepekati, it's wrong signal (sinyal yang salah)," kata Rosan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement