REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Menteri ESDM Ignasius Jonan tak gentar dengan pernyataan PT Freeport Indonesia (PTFI) yang tidak mau menuruti aturan pajak dan divestasi yang tertuang dalam izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Menurut Jonan, nilai kapitalisasi perusahaan tambang Freeport di seluruh dunia kini sudah tak lagi besar.
"Dulu sebelum mengurus ESDM saya kira Freeport itu gajah tapi ternyata hanya sapi," katanya saat mengisi kuliah umum bertajuk "Menciptakan Pemuda Sadar Energi untuk Kemandirian Energi Bangsa" di Universitas Muhammadiyah Malang, Selasa (21/2).
Anggapan itu mencuat tatkala ia membandingkan kapitalisasi perusahaan tambang Freeport di seluruh dunia dengan perusahaan asing lain yang berinvestasi di Indonesia. Dengan total nilai perusahaan tambang seluruh dunia mencapai 20 miliar dolar AS, Freeport masih kalah dengan Exxon Mobile (355 miliar dolar AS) dan Chevron (204 miliar dolar AS).
"Exxon yang mewakili seperempat dari produksi minyak Indonesia dan Chevron yang 35 persen produksi minyak nasional saja nggak rewel," ujarnya.
Ia bahkan membandingkan Freeport dengan BUMN milik Pemerintah Indonesia. Nilai perusahaan Freeport hanya selisih tipis dengan BRI (21 miliar dolar AS) dan Bank Mandiri (19,5 miliar dolar AS).
Menurut dia, royalti dan pajak yang dibayarkan PTFI dalam bentuk apapun sebesar Rp 214 triliun selama 25 tahun (per tahun Rp 8 triliun) masih lebih sedikit dibandingkan pembayaran cukai rokok satu tahun pada 2015 sebesar Rp 149,5 triliun. "Pemerintah Indonesia sudah memberikan opsi yang cukup fair kepada PTFI terkait keberlangsungan operasionalnya di Indonesia," kata Jonan.
Baca juga: Kemenkeu Sudah Antisipasi Kehilangan Penerimaan dari Freeport