Kamis 16 Feb 2017 19:32 WIB

Indonesia Diprediksi Impor Gas pada 2019

Rep: Frederikus Bata/ Red: Friska Yolanda
Petugas melakukan pemeriksaan salah satu saluran uap mesin pembangkit listrik tenaga panas bumi, di PLTP Darajat, Indonesia Power, pada acara Press Tour besama PLN Jabar, di Kabupaten Garut, Kamis (9/2).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Petugas melakukan pemeriksaan salah satu saluran uap mesin pembangkit listrik tenaga panas bumi, di PLTP Darajat, Indonesia Power, pada acara Press Tour besama PLN Jabar, di Kabupaten Garut, Kamis (9/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Divisi Komersialisasi Gas Bumi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Sampe L Purba memprediksi Indonesia mengimpor gas untuk keperluan dalam negeri pada 2019. Ia memperhitungkan hal itu sesuai permintaan dan pasokan saat ini.

"Berdasarkan estimasi supply dan demand, berdasarkan fasilitas exsisting dan potensi kemungkinan kebutuhan domestik, bahwa sekitar tiga tahun kita akan memerlukan impor," kata Sampe di Gedung SKK Migas, Jakarta, Kamis (16/2).

Menurut data Pertamina, seperti diungkapkan Senior Vice President Gas and Power Gas Directorate Djohardi Angga Kusumah, Indonesia membutuhkan impor gas lantaran pasokan dalam negeri berkurang. Saat ini, kebutuhan gas domestik sekitar 3.000 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) hingga 3.500 MMSCFD.

Kebutuhan tersebut akan bertambah empat hingga lima persen setiap tahun. Menurut Sampe, jika keadaan demikian, maka impor gas tak bisa dihindari, kecuali sumber-sumber gas mulai berproduksi.

"Tetapi mohon dicatat itu berdasarkan estimasi apabila demand domestik itu memang sebegitu dan tingkat adalah demikian. Artinya, tak selamanya estimasi itu akan tetap seperti itu, karena sumber-sumber gas kita ada di mana-mana," tuturnya.

Pada dasarnya gas nasional sudah siap diproduksi. Namun, pada saat yang sama,  belum tersedia infrastruktur yang memadai. Terutama, infrastruktur gas alam cair yang belum menjangkau seluruh wilayah tanah air.

"Katakan LNG infrastruktur di tingkat yang memproduksi itu ada fasilitas produksi, bisa dikapalkan. Lalu ada terminal pemerintah, lalu dia dibawa melalui saluran transmisi dan disalurkan untuk IPP atau kelistrikan. Jadi belum dapat menjangkau keseluruhan wilayah Indonesia," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement