REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR M Misbakhun mengharapkan pemerintah tak terlalu mempersoalkan tingkat kredit macet (non performing loan/NPL) Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang mencapai angka lima persen. Menurutnya, harus ada keberpihakan pemerintah sehingga NPL untuk KUR dibebankan ke APBN sebagai bentuk pemerataan.
“Kalau bicara soal KUR, menurut saya NPL lima persen tak ada masalah. Bagi saya, beban NPL ini bisa dibebankan ke APBN sebagai cost kita demi melaksanakan pemerataan, sebagai biaya menjembatani kesenjangan,” ujar Misbakhun dalam keterangannya, Selasa (14/2).
Hal itu disampaikannya dalam rapat kerja Komisi XI DPR dengan Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menkeu Sri Mulyani, Gubernur BI Agus Martowardojo, Ketua DK OJK Muliaman Hadad di Jakarta, Selasa (14/2). Menurut dia, justru di penyaluran KUR itulah pemerintah harus menunjukkan keberpihakan pada perekonomian rakyat. Yakni menguatkan penestrasi KUR untuk mengatasi kesenjangan.
Misbakhun mengatakan, KUR justru harus menjadi jembatan bagi pemerintah untuk mengatasi kesenjangan. “Kita mendukung pemerintah agar mendorong dan memperkuat penetrasi ke sektor masyarakat riil yang lebih nyata,” tegasnya.
Selain itu Misbakhun, dahulu pertumbuhan ekonomi satu persen berarti ada sekitar 400 ribu lapangan kerja baru. Sedangkan sekarang pertumbuhan satu persen hanya bisa menyerap 200-300 ribu pekerja.
Karenanya ketika pertumbuhan tidak bisa mendorong pertumbuhan lapangan kerja yang sebenarnya, Misbakhun meyakini KUR bisa menjadi solusinya. Alasannya, saat ini jumlah nasabah KUR mencapai sekitar 12 juta.
“Jika satu orang memiliki empat orang tenaga kerja, berapa juta lapangan kerja bisa diciptakan. Berapa kemiskinan dientaskan dan daya beli yang diciptakan. Tentu multiplier effect-nya sangat luas,” ulasnya.
Ia juga mengapresiasi kinerja Darmin untuk memperkuat KUR. “Sebab bapak selalu bicara soal pemerataan kesejahteraan. Mudah-mudahan KUR bisa berjalan bagus,” tegasnya.