Selasa 14 Feb 2017 20:26 WIB

Penyaluran KUR ke Sektor Produktif Ditargetkan Lebih Tinggi

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Friska Yolanda
 Petugas sedang berbincang dengan debitur di kantor penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank BNI, Jakarta, Rabu (24/1).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Petugas sedang berbincang dengan debitur di kantor penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank BNI, Jakarta, Rabu (24/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada 2017 dipasang lebih tinggi untuk sektor produktif. Hal ini dilakukan setelah tahun lalu penyaluran KUR justru lebih banyak untuk sektor perdagangan. 

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad menyebutkan, keinginan untuk lebih banyak menyalurkan KUR kepada sektor produktif tetap melihat kemampuan pemohon KUR agar angka kredit macet tidak melonjak. 

OJK bersama dengan Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia (BI) sedang gencar melakukan sosialisasi kepada pemerintah daerah dan Bank Pembangunan daerah (BPD) agar pelaku usaha di sektor produktif termasuk pertanian, perkebunan, dan jasa. Selain itu, OJK selalu memastikan lembaga keuangan terutama bank uang ikut program KUR memiliki tingkat kesehatan yang baik. 

"Upaya ke sana (KUR untuk sektor produktif), tentu dengan sosialisasi. Banknya juga harus mendorong," ujar Muliaman usai rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Selasa (14/2). 

OJK mencatat, realisasi penyaluran KUR tahun lalu mencapai 94 persen dari plafon yang disediakan yakni Rp 100 triliun. Bahkan, plafon KUR untuk tahun ini ditambah Rp 10 triliun menjadi total Rp 110 triliun. 

"Kami juga dorong percepatan akses keuangan di daerah memanfaatkan laku pandai itu bisa dimanfaatkan sebagai sarana untuk mempercepat KUR," katanya. 

OJK juga secara khusus ingin menyasar kaum perempuan sebagai penerima KUR. Catatan pemerintah, 34 persen dari Rp 94 triliun KUR yang disalurkan sepanjang 2016 lalu merupakan perempuan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement