REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Sumberdaya, Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, tenaga kerja asing di Kawasan Industri Morowali memang ada. Namun, ia mengatakan tenaga kerja asing tersebut untuk mengakselerasi proyek pembangunan smelter dan industri pengolahan turunan.
Luhut mengatakan, akselerasi pembangunan smelter dan industri pengolahan ini penting untuk meningkatkan potensi hilirisasi di Indonesia. Luhut mengatakan, tahun lalu, Kawasan Industri Morowali sudah berproduksi dan menyetorkan pajak senilai Rp 900 miliar.
"Saya nginap di situ, memang ada (TKA), tapi mereka itu kerja knock down supya cepat jadi pabriknya. Mereka itu tiga tahun sudah produksi dan bayar pajak tahun lalu Rp 900 miliar, tahun ini Rp 1,7 triliun, besok Rp 2,5 triliun. Itu investasi mereka sampai Rp 6 triliun sekarang sudah sampai tiga lebih," ujar Luhut di Kantornya, Selasa (14/2).
Luhut mengatakan, ke depan potensi hilirisasi di Morowali akan lebih ditingkatkan. Beberapa barang yang sampai saat ini masih bergantung pada impor akan diformulasikan oleh pemerintah agar bisa diproduksi dalam negeri. "Sekarang ini untuk turunan stainless steel perlu krum untuk pengolahan selanjutnya. Namun, kita masih impor karena belum ada produksi dalam negeri. Nah ini mau kita pikirkan gimana supaya kita gak bergantung pada impor," ujar Luhut.
Sejauh ini, perkembangan pembangunan industri smelter nikel dan fasilitas pendukung lainnya di Kawasan Industri Morowali, antara lain telah beroperasinya industri smelter feronikel PT Sulawesi Mining Investment yang berkapasitas 300 ribu ton per tahun sejak Januari 2015. Selanjutnya, sejak Januari 2016, telah beroperasi industri smelter feronikel PT Indonesia Guang Ching Nickel and Stainless Steel Industry dengan kapasitas 600 ribu ton per tahun dan didukung oleh satu unit PLTU berkapasitas 2x150 MW. Pada awal 2016, perusahaan mencatatkan produksi sebanyak 193.806 ton.
Selain itu, terdapat pula industri smelter feronikel PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel dengan target kapasitas 600.000 ton per tahun dan stainless steel sebanyak 1 juta ton per tahun yang tahap pembangunannya saat ini mencapai 60 persen. Industri smelter lainnya, yakni PT. Broly Nickel Industry Pabrik Hidrometalurgi dengan kapasitas 2.000 ton per tahun, yang akan dikembangkan menjadi 8 ribu ton per tahun nikel murni sedang dalam uji coba produksi.