REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menyatakan, tahun 2017 merupakan fase pemulihan ekonomi nasional. Hal itu didukung oleh fakta meningkatnya pertumbuhan ekonomi pada akhir 2016 sebesar 4,94 persen year on year (yoy). Pertumbuhan ekonomi keseluruhan tahun lalu menembus 5,02 persen.
Meski begitu, ia menegaskan, Indonesia masih harus hati-hati dengan adanya tekanan suku bunga. "Kita harus percepat transmisi kebijakan karena sepertinya ada kekakuan tingkat pinjaman. Kita bisa lihat risiko dari arahan kebijakan AS," ujarnya dalam acara Mandiri Investment Forum, di Jakarta, Rabu, (8/2).
Ia menambahkan, di dalam negeri ada tantangan menjaga inflasi karena ada penyesuaian harga-harga yang akan sejalan dengan reformasi Bahan Bakar Minyak (BBM). Namun, BI tetap yakin perekonomian Indonesia pada tahun ini tetap bisa tumbuh di kisaran 5 sampai 5,4 persen dengan inflasi terjaga di empat persen plus minus satu persen.
"Bank Indonesia akan tetap komitmen pertahankan stabilitas makro ekonomi. Kami akan memberikan kebijakan tepat pada situasi yang ada," ujar Agus.
Ia menjelaskan, pada awal 2017, BI mempunyai kebijakan untuk tetap mempertahankan suku bunga acuannya. Hal itu bertujuan menjaga inflasi.
Tak hanya itu, BI juga mempertahankan nilai tukar agar konsisten dengan fundamental. "Kami juga memperkuat pendalaman pasar. Dalam hal ini Indonesia memang tertinggal dengan negara-negara lain. Terlihat dari pemilihan instrumen rendah dan volume kredit rendah," tutur mantan direktur utama Bank Mandiri ini.
Maka menurutnya, BI terus aktif mengembangkan pasar finansial dan mendukung lebih banyak dana user provider. "Saya sangat senang melaporkan upaya-upaya memperdalam pasar keuangan membuahkan hasil. Sekarang volume (kredit) kita tinggi," tambah Agus.