Senin 06 Feb 2017 14:27 WIB

Pajak Progresif Tanah tidak Ganggu Kawasan Industri

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
Foto: ist
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil mengatakan, rencana pemerintah untuk menerapkan pajak progresif tanah tidak akan menganggu investasi. Sebab, tanah di kawasan industri maupun tanah yang sudah memiliki business plan yang jelas akan dikecualikan.

"Itu tidak akan mengganggu investasi, jadi kawasan industri akan kita kecualikan, kemudian kalau business plannya jelas dan perumahannya juga jelas business plannya akan dikecualikan," ujar Sofyan di Kantor Wakil Presiden, Senin (6/2).

Pemerintah akan menerapkan pajak progresif tanah untuk menghindari spekulasi, sehingga menyebabkan harga tanah naik drastis. Sofyan mencontohkan, ketika ada proyek pemerintah yakni pembangunan Pelabuhan Patimbang di Subang Jawa Barat, semua orang beramai-ramai membeli tanah namun tidak ada manfaatnya serta tidak jelas business plannya, dan semata-mata untuk spekulasi saja. Akan tetapi menurut Sofyan, kalau itu bagian dari untuk pengawasan kawasan Patimban maka akan dibiarkan oleh pemerintah.

Sofyan mengatakan, saat ini Kementerian Agraria dan Tata Ruang masih merumuskan aturan pajak progresif tanah bersama Kementerian Keuangan. Tujuan dari pajak progresif tersebut adalah agar tanah tidak menjadi bahan spekulasi sehingga harganya semakin mahal, dan menyebabkan makin sulit mendapatkan tanah untuk perumahan rakyat, maupun kawasan industri.

"Oleh sebab itu, kita ingin menetralisir sehingga orang melakukan investasi di tanah seperlunya," Kata Sofyan.

Menurut Sofyan, sekarang masyarakat membeli tanah dimana-mana dan tidak dimanfaatkan. Tanah tersebut yang nantinua akan dipajaki, sehingga orang-orang berpikir ulang untuk membeli tanah jika ada keperluannya.

Dengan demikian, kenaikan harga tanah bisa berjalan normal. Apalagi sekarang harga tanah naiknya 18 persen per tahun.

Sofyan menambahkan, penerapan pajak progresif akan membuat masyarakat berpikir ulang sebelum membeli tanah. Sebab, kemungkinan pajak akan dibebankan pada calon pembeli. Sehingga keuntungan dari bisnis tanah akan berkurang, dan orang-orang membeli tanah sesuai dengan keperluannya.

"Ini namanya dilema, dualisis ini, kalau misalnya dikenakan pajak dan dibebankan ke pembeli jadi lebih mahal ya kan. Tapi sebaliknya kalau orang mengetahui tidak akan mendapat untung berlebihan di tanah, mereka nggak mau beli tanah," ujar Sofyan.

Saat ini tanah merupakan objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Dasar perhitungan PBB adalah perkalian tarif 0,5 persen dengan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Besaran NJKP adalah 20 persen dari harga pasar pada transaksi jual beli atau Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement