Senin 06 Feb 2017 13:47 WIB

Sofyan Djalil: Pajak Progresif tidak Ganggu Investasi

Pajak (Ilustrasi)
Foto: firstpost.com
Pajak (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Sofyan Djalil mengatakan pajak progresif bagi tanah yang tidak dimanfaatkan oleh pemiliknya dipastikan tidak akan mengganggu investasi.

"Yang jelas itu tidak akan mengganggu investasi," kata Sofyan usai menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wapres di Jakarta, Senin (6/2).

Hal tersebut menurut Sofyan, karena pajak progresif dikecualikan untuk kawasan industri dan kawasan yang tanahnya memiliki perencanaan bisnis yang jelas, begitu juga dengan perumahan yang punya rencana bisnis yang jelas. "Jadi jangan orang beli tanah di mana-mana, orang beli tanah yang nggak jelas bisnis plannya hanya semata-mata untuk spekulasi. Ada proyek pemerintah, seperti Patimban di Jawa Barat, semua orang beli tanah tapi tidak ada manfaatnya," ujar Sofyan.

Sofyan mengatakan hingga saat ini aturan terkait pajak progresif "tanah menganggur" masih terus dirumuskan bersama menteri keuangan. Pemerintah berencana menerapkan pajak progresif bagi "tanah menganggur" dengan tujuan agar tanah tersebut tidak menjadi bahan spekulasi, karena akan menyebabkan harga tanah naik.

Selain itu, juga menyebabkan pemerintah sulit mendapatkan tanah untuk perumahan rakyat maupun kawasan industri. Sofyan menjelaskan harga tanah saat ini banyak yang mengalami kenaikan dan menimbulkan aksi spekulan, padahal tanah itu "menganggur" karena diabaikan oleh pemiliknya sehingga menjadi tidak produktif.

Sebelumnya, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan sedang mengkaji penerapan pajak progresif bagi tanah yang tidak dimanfaatkan oleh pemiliknya untuk mendorong pemanfaatan lahan agar lebih efisien dan produktif. "Kita coba mendetailkan pakai mekanisme apa, jenisnya bagaimana. Nanti kita diskusi dengan teman-teman (Kementerian) Agraria dan Tata Ruang," kata Kepala BKF Suahasil Nazara.

Suahasil mengakui pengenaan tarif pajak kepada tanah yang "menganggur" bisa saja diterapkan, karena banyak sekali masyarakat yang berinvestasi di lahan, namun pemanfaatannya masih minimal.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement