Jumat 27 Jan 2017 02:21 WIB

Perbaikan Infrastruktur Irigasi Jadi Fokus Pembangunan Pertanian

Rep: Binti Sholikah/ Red: Budi Raharjo
Irigasi
Irigasi

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Perbaikan infrastruktur irigasi jadi fokus utama pembangunan pertanian di Jawa Timur. Perbaikan infrastruktur akan mendorong peningkatan indeks pertanaman dan luas pertanaman Jatim.

Saat ini, terdapat berbagai permasalahan di infrastruktur irigasi yang tersebar di seluruh Jatim. Gubernur Jatim Soekarwo mengatakan, berbagai masalah terkait infrastruktur irigasi, di antaranya, kerusakan 470 bendungan irigasi, pengelolaaan irigasi yang belum terpadu, sawah irigasi yang gagal panen akibat bencana banjir rutin seluas sekitar 30 ribu hektare di daerah Bojonegoro, Lamongan, Tuban dan Madiun.

Serta penurunan kinerja jaringan irigasi tingkat primer, sekunder, dan tersier akibat umur bangunan dan fungsi layanannya. Selain itu, juga terdapat jaringan irigasi yang belum dikembangkan pascapembangunan infrastruktur sumber daya airnya. Contohnya, Daerah Irigasi (DI) Bajulmati seluas 1.000 hektare, DI Nipah 500 hektare, DI Bengawan Jero Lamongan (Intake Babat Barrage) 8.000 hektare, DI Mrican Kanan (Sal Sek Papar-Peterongan) 7.000 hektare, dan DI Bojonegoro Barrage (pompa) 10.000 hektare.

“Karena itu, fokus utama pembangunan pertanian di Jatim adalah mengoptimalkan infrastuktur yang sudah ada, seperti perbaikan infrastruktur irigasi, dan bukan menambah bendungan-bendungan baru,” kata Pakde Karwo, sapaan akrab Gubernur Jatim, seusai Rapat Koordinasi bersama Menteri Pertanian RI, Amran Sulaiman, di Surabaya, Kamis (26/1).

Menurut Pakde Karwo, perbaikan tata kelola irigasi tersebut secara keseluruhan membutuhkan biaya senilai Rp 2,4 triliun. Rinciannya, kegiatan rehabilitasi jaringan irigasi sebesar Rp 2,3 triliun untuk perbaikan bendung-bendung 470 buah, saluran primer dan sekunder 90 ribu hektare dan tingkat tersier 250 ribu hektare. Kegiatan operasi dan pemeliharaan irigasi sebesar Rp 100 miliar untuk OP primer dan sekunder 280.000 hektare dan tingkat tersier 95.000 hektare.

Biaya yang diperlukan untuk tambah luas tanam tersebut sebesar Rp 3,04 triliun dengan rincian Pembangunan Infrastruktur pengendali banjir sebesar Rp 1,75 triliun, Normalisasi Tampungan Air (Waduk/embung) sebesar Rp 500 miliar, dan Pengembangan Jaringan Irigasi sebesar Rp 795 miliar.

“Penambahan luas tanam sebesar 76.500 hektare dengan asumsi provitas padi 6 ton per hektare, maka akan didapatkan peningkatan produksi padi sebesar 459.000 ton atau sebesar 279.990 ton Gabah Kering untuk sekali panen. Kemudian Indeks Pertanaman (IP) kita akan meningkat dari 2,2 jadi 2,4,” jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement