Senin 23 Jan 2017 14:46 WIB

Mayoritas Perusahaan Jepang Tunda Kenaikan Upah Pekerja

Ekonomi Jepang agaknya masih belum membaik. Negara ini sudah mengalami deflasi selama dua dekade.
Foto: AP
Ekonomi Jepang agaknya masih belum membaik. Negara ini sudah mengalami deflasi selama dua dekade.

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Hampir dua pertiga dari perusahaan di Jepang berdasarkan hasil polling Reuters, Senin berencana untuk tidak menaikkan upah pekerja mereka tahun ini. Rencana itu menjadi pukulan bagi kampanye Perdana Menteri Shinzo Abe untuk menaikkan upah sekaligus cara untuk mengakhiri dua dekade deflasi.

Survei Reuters yang dilakukan pada 4-17 Januari, juga menemukan bahwa sebagian besar kenaikan upah selama empat tahun sejak Abe berkuasa hanyalah kenaikan minimal dan hampir seperempat dari perusahaan yang ada tidak menerapkannya sama sekali.

Di setiap tahun dalam empat tahun itu, tepat sebelum pekerja dan manajemen memulai pembicaraan shunto, yaitu pembicaraan tahunan mereka yang mengatur tentang upah secara lebih jelas, Abe mendesak perusahaan-perusahaan untuk menaikkan upah agar dapat meningkatkan daya beli rumah tangga dan merangsang pengeluaran mereka.

Tetapi perusahaan-perusahaan Jepang umumnya menolak permohonan Abe itu. Meskipun yen melemah baru-baru ini, banyak perusahaan mengalami kerugian besar sejak tahun lalu akibat lonjakan mata uang dan enggan menaikkan upah karena menghadapi ketidakpastian di tengah ancaman hambatan perdagangan oleh Presiden AS yang baru, Donald Trump.

"Keuntungan perusahaan bisa meningkat tahun ini mengingat yen yang melemah, tetapi hal ini dapat berubah tergantung apa yang dikatakan atau dilakukan Trump," kata Hidenobu Tokuda, ekonom senior dari Mizuho Research Institute.

Dengan demikian, perusahaan tampaknya lebih memilih untuk memberikan bonus kepada karyawan mereka setelah keuntungan sudah pasti, dari pada memberikan janji kenaikan gaji pokok.

"Tanpa kenaikan gaji pokok, pertumbuhan upah tidak mungkin untuk melakukan percepatan. Di sisi lain, harga bisa naik karena harga minyak kembali mengalami kenaikan, yang akan mengekang (disesuaikan dengan inflasi) upah riil dan menurunkan daya beli rumah tangga," kata Tokuda.

Jajak pendapat bulanan terhadap 531 perusahaan besar dan menengah, di mana sekitar 240 yang memberikan jawaban, ditemukan bahwa 63 persen mengatakan mereka tidak berencana menaikkan gaji pokok. Di Jepang, kenaikan upah sangat penting untuk pertumbuhan upah berkelanjutan untuk menentukan gaji pokok bulanan. Kenaikan gaji pokok tidak pernah lagi diberikan selama lebih dari satu dekade sejak awal 2000-an, sampai Abe berkuasa pada akhir 2012 dengan membawa janji menghidupkan kembali ekonomi yang terseok-seok.

Harga yang diukur dengan inflasi konsumen inti, tidak termasuk makanan segar, telah meningkat sekitar 3,5 persen selama empat tahun terakhir. Namun kenaikkan upah sejauh ini belum cukup untuk mengimbangi biaya hidup yang lebih tinggi, dengan upah riil turun 0,9 persen pada 2015, menurun selama empat tahun berturut-turut dan mengurangi konsumsi swasta.

Survei juga menanyakan kepada perusahaan tentang berapa banyak mereka telah menaikkan upah sejak 2012. Ternyata sebanyak 23 persen di antaranya mengakui bahwa mereka tidak menaikkan upah, sementara 51 persen menaikkan upah sebesar 0,5-1,5 persen. Hanya 26 persen yang menaikkan upah sebesar 2 persen atau lebih.

"Kami tidak mampu untuk menaikkan gaji pokok, tapi kami tidak punya pilihan selain mengikuti kebijakan yang diberikan pemerintah," tulis seorang manajer dari sebuah perusahaan peralatan transportasi, yang berencana untuk menawarkan kenaikan gaji lebih kecil dari tahun lalu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement