Rabu 18 Jan 2017 10:08 WIB

Industri Ritel Diprediksi Membaik, Ini Faktor Pemicunya

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Nur Aini
Penjaga menunggu pembeli di salah satu ritel penjualan pakaian di Pasar Baru, Jakarta Pusat, Senin (14/12).
Foto: Republika/ Wihdan
Penjaga menunggu pembeli di salah satu ritel penjualan pakaian di Pasar Baru, Jakarta Pusat, Senin (14/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri ritel diproyeksikan akan tumbuh 10 persen pada 2017, atau meningkat satu persen dibanding tahun sebelumnya. Direktur Eksekutif Nielsen Indonesia, Yongky Susilo, mengatakan konsumsi diperkirakan membaik karena faktor internal di dalam negeri yang akan mulai stabil.

Dia menjelaskan, di awal  2017, program amnesti pajak akan memasuki periode terakhir. Artinya, setelah itu para pengusaha akan kembali memiliki kepercayaan diri untuk mengembangkan bisnisnya. "Mereka akan mulai ekspansi lagi, buka toko baru lagi, mempekerjakan orang lagi," ujar Yongky, di Jakarta, Selasa (17/1) kemarin.

Selain itu, iklim politik juga diperkirakan akan mulai stabil setelah Februari atau pasca-berakhirnya masa Pilkada DKI Jakarta. Yongky mengatakan, situasi akan relatif di bawah kendali sehingga memberi ruang bagi tumbuhnya industri ritel.

Nielsen mencatat bahwa konsumsi lokal di Tanah Air yang disokong oleh industri ritel masih menjadi lokomotif utama yang menggerakkan perekonomian Indonesia dengan persentase 55 persen. Pada 2017 ini, menurut Yongky, ritel makanan dan minuman memiliki potensi untuk tumbuh lebih besar dibanding ritel lainnya.

Kendati begitu, ia mengatakan bahwa kenaikan industri ritel secara keseluruhan yang hanya satu persen di 2017 memang menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia saat ini dalam kondisi underperform. Menurut Yongky, kondisi itu paling banyak disumbang oleh faktor internal Indonesia sendiri, antara lain karena akan adanya inflasi yang diakibatkan oleh kenaikan tarif listrik di 2017 serta rentetan demo yang terjadi di akhir 2016 lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement