Selasa 17 Jan 2017 14:18 WIB

Biaya Sewa Toko Naik, Industri Ritel Lesu pada 2016

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Nidia Zuraya
Belanja di supermarket
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Belanja di supermarket

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) melaporkan rapor merah pertumbuhan industri ritel di 2016. Faktor terbesar yang menyumbang kelesuan industri ritel tersebut adalah kenaikan biaya pelayanan alias service charge yang bisa mencapai 30 persen serta kenaikan biaya sewa toko yang bisa mencapai 100 persen.

Ketua Umum DPP Hippindo, Budihardjo Iduansjah mengatakan, kenaikan-kenaikan biaya itu amat membebani peritel. Dalam kurun dua tahun terakhir, mereka mengalami penurunan omset rata-rata 20 persen per tahun.

"Masih bisa buka toko dan tidak melakukan PHK karyawan tahun lalu saja sudah bisa dibilang bagus," ujarnya, dalam konferensi pers di Hotel Fairmont Jakarta, Selasa (17/1).

Budihardjo berharap kenaikan biaya sewa dan service charge tidak kembali terjadi di 2017. Namun, apabila harus naik, ia meminta agar kenaikan masih dalam angka yang wajar, yakni tidak melewati kenaikan inflasi atau maksimal lima persen.

Jika biaya sewa toko dan service charge naik tinggi, sambung Budi, pengusaha ritel mau tak mau harus menaikkan harga ke konsumen yang berpotensi akan berakibat pada menurunnya daya beli masyarakat. Apabila itu terjadi, peritel tidak mampu menutup biaya operasional hingga dapat berujung pada penutupan toko dan pemutusan hubungan kerja pada karyawan.

"Ritel di Indonesia banyak menghidupi industri lokal dengan tenaga kerja yang besar, sehingga apabila industri ini terpuruk maka akan mengganggu perekonomian nasional," ucap Budihardjo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement