REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua komisi IX DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi menagih pemerintah yang pernah berjanji akan membuka 10 juta lapangan kerja bagi masyarakat. Terlebih saat ini berbagai paket kebijakan ekonomi telah dikeluarkan untuk memperbaiki nasib rakyat.
"Pemerintah harus ingat janji menyediakan 10 juta lapangan pekerjaan dan 2017 ini menempatkan janji itu sebagai prioritas," katanya, Rabu (11/1).
Dede menilai realitanya apa yang terjadi belum sesuai harapan. Data BPS 2016 menyebutkan angka pengangguran masih tetap tinggi yaitu 7 Juta orang.
"Pengangguran menyebabkan kemiskinan, instabilitas keamanan, dan rentannya gesekan horisontal di masyarakat. Jutaan orang yang menggangur ini jika tidak segera mendapatkan pekerjaan akan mudah terjerumus kepada hal-hal yang tidak kita inginkan," ujarya pada Rapat Paripurna DPR Masa Sidang III 2016-2017 di Gedung MPR/ DPR, Senayan, Jakarta Selasa (10/1).
Bahkan, politikus Partai Demokrat itu menilai menyeruaknya hoax (berita bohong) di media yang kini makin mengkhawatirkan juga akan mudah mempengaruhi penganggur.
"Kalau orang tidak punya pekerjaan, atau menganggur, psikologisnya juga rentan. Dari fisik, ke mental dan kemampuan mencerna informasi, itu pasti terkait. Mereka gampang termakan berita bohong. Jadi percuma pemerintah gencar memerangi hoax tapi tidak gencar mengentaskan pengangguran," ujarnya.
Ia menilai berbagai temuan Tenaga Kerja Asing (TKA) yang berpaspor sebagai turis membuat rakyat khususnya mereka yang menganggur menjadi panik dan khawatir semakin sulit mendapatkan pekerjaan. "Bagi orang yang panik dan kuatir, berita terverifikasi atau tidak, bisa tidak ada bedanya," ucapnya.
Maka alangkah baiknya pemerintah membentuk Satgas TKA sebagaimana rekomendasi Panja TKA yang dibentuk Komisi IX DPR. Namun sulitnya mendapatkan pekerjaan merupakan persoalan mendasar saat ini.
Merujuk data BPS 2016, penduduk yang bekerja di sektor pertanian turun dari 40,12 juta orang menjadi 38,29 juta orang begitu pula penduduk yang bekerja di sektor industri juga mengalami penurunan dari 16,38 juta orang menjadi 15,97 juta orang.
"Artinya sektor pertanian dan industri tidak mampu lagi menyerap para pengangguran. Ini bahaya, karena mestinya pengangguran bisa terserap di kedua sektor ini," ujarnya.
Fenomena yang juga mengkuatirkan adalah makin banyak sarjana yang menganggur. BPS menyebutkan tingkat pengangguran lulusan universitas pada 2016 meningkat dari 5,34 persen menjadi 6,22 persen. Indikasinya banyak sarjana yang terpaksa menjadi sopir ojek demi menyambung hidup, ini tentu amat memprihatinkan.
"Memang tidak salah menjadi sopir ojek, karena itu profesi halal. Tapi itu tidak meniadakan keharusan pemerintah menepati janji membuka 10 juta lapangan pekerjaan. Yaitu lapangan pekerjaan untuk rakyat kita sendiri, bukan lapangan pekerjaan untuk rakyat negara lain!" kata Dede.
Ia juga mengingatkan, agar pemerintah tidak menilai sepele isu TKA ilegal. Karena hal itu memang menimbulkan keresahan dan berpotensi memicu gejolak setidkanya selama tahun 2016.