REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus menjadi instrumen fiskal yang terpercaya dan kredibel agar berdampak positif kepada pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
"Kami ingin APBN menjadi instrumen fiskal yang kredibel, yaitu yang dipercaya. Kalau dipercaya, artinya what you say, its what to happen," kata Sri Mulyani dalam acara Rapat Kerja Kementerian Keuangan 2017 di Jakarta, Selasa (10/1).
Sri Mulyani menjelaskan pengelolaan APBN dengan lebih akuntabel menjadi penting karena saat ini kondisi lebih transparan dan defisit anggaran harus dijaga agar tidak melebihi target yang diperkenankan dalam UU yaitu tiga persen terhadap PDB.
Ia menambahkan upaya itu telah dilakukan pemerintah tahun lalu dengan melakukan penyesuaian dalam postur belanja kementerian lembaga, setelah penerimaan dari sektor pajak diperkirakan tidak mencapai target karena berbagai hal.
"Dalam mengelola APBN, penerimaan tidak harus persis, tapi belanjanya persis. Jadi hidup kita jadi tidak pasti, maka ini harus kita kelola. Kami belajar sangat banyak dari 2016. Kami harapkan 2017, bisa tercipta kepastian yang lebih baik," ujar mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.
Sri Mulyani memastikan salah satu upaya untuk menjaga kinerja anggaran agar lebih kredibel adalah dengan melakukan optimalisasi penerimaan pajak, yang selama ini realisasinya selalu di bawah target yang ditetapkan dalam APBN.
"Pajak terhadap PDB hanya 10 persen atau hampir 11 persen. Indonesia termasuk yang sangat kecil 'tax ratio'nya. Orang katakan itu jelek, atau potensi untuk menjadi bagus. Saya ingin kita implementasikan keduanya, dengan menaikkan kemampuan untuk meningkatkan penerimaan," katanya.
Selain itu, tambah dia, mewaspadai risiko global dengan memperhatikan kondisi ekonomi di Amerika Serikat maupun Cina juga penting, karena secara tidak langsung hal tersebut bisa mempengaruhi kondisi kredibilitas APBN.
"Lingkungan global masih sangat tidak pasti, dan saya lihat pertumbuhan ekonomi di 2014-2016 masih early recovery, maka perlu berhati-hati untuk desain APBN 2017. Apalagi ada faktor 'shock' karena penerimaan negara tidak mencapai target," kata Sri Mulyani.
Dengan penyusunan APBN yang lebih realistis tersebut, maka APBN tidak hanya menjadi instrumen yang bisa membawa dampak positif terhadap pembangunan, namun juga bisa menjawab persoalan terkait kesenjangan, kemiskinan maupun pengangguran.