Ahad 08 Jan 2017 18:09 WIB

Pangeran Saudi Antisipasi Penolakan Reformasi Ekonomi oleh Ulama

 Mohammed bin Salman
Foto: alarabiya
Mohammed bin Salman

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Keinginan pangeran muda Arab Saudi memperbarui sistem perekonomian telah disertai antisipasi untuk mengatasi penolakan sejumlah ulama konservatif terhadap rencananya itu, demikian tulis majalah Foreign Affairs, Sabtu (7/1).

Wakil Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman (31 tahun) diberitakan telah diberi tanggung jawab mengurusi negara dan masyarakat Arab Saudi. Ia sempat berbicara ke para peneliti sanksi tertentu akan dijatuhkan ke ulama yang memicu kerusuhan menentang rencana pembaruannya itu, tulis salah satu periset.
 
Pangeran Mohammed meyakini, hanya sedikit ulama kerajaan yang terlalu dogmatis. Selebihnya dapat dibujuk untuk mendukung rencana pembaruannya itu melalui dialog dan keterlibatan langsung.
 
Ada kelompok lain yang belum mengambil sikap, atau tidak berkepentingan dalam masalah tersebut, kata Pangeran sebagaimana dikutip majalah itu. Meski demikian pihak kerajaan belum memberi keterangan atas pemberitaan tersebut.
 
Pangeran Mohammed telah menyusun strategi reformasi ekonomi, disebut "Visi 2030". Rencana itu berupaya mengurangi fokus Arab Saudi ke sektor minyak dan mengedepankan sektor lain.
 
Namun program itu dianggap kurang mempertimbangkan perubahan sosial di kerajaan yang cukup konservatif tersebut. Rencana itu dianggap akan memberdayakan perempuan, mempromosikan tim olahraga, dan meningkatkan investasi di bidang hiburan.
 
Akan tetapi, strategi itu dinilai cukup kontroversial, mengingat Arab Saudi adalah negara mayoritas Muslim wahabi-suni yang mewajibkan pemisahan gender dalam ruang publik, bahkan melarang konser juga bioskop. Ulama di Arab Saudi dianggap penting karena memberi legitimasi dan dukungan rakyat ke raja. Mereka menempatkan diri sebagai penjaga kawasan suci umat islam di Arab.
 
Kelompok itu cukup berpengaruh dalam sistem hukum Arab Saudi, tetapi urusan pemerintahan lainnya diserahkan ke raja asalkan tidak bertentangan dengan hukum Islam. Pemerintah berupaya mengambil kendali setelah sejumlah pegaris keras menyerang negara itu pada 2003.
 
Otoritas terkait mulai mengamankan sejumlah ulama yang diduga menyebarkan pandangan radikal.  Sejumlah ulama yang sempat menentang kebijakan pemerintah secara terbuka, khususnya saat diperintah Raja Abdullah dikabarkan kehilangan jabatan dan pekerjaannya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement