REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dinilai tak bisa lagi mengandalkan sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) untuk menggenjot penerimaan amnesti pajak pada periode ketiga hingga Maret 2017.
Ekonom senior Universitas Indonesia Lana Soelistianingsih mengatakan sektor UMKM saat ini sedang terseok-seok di tengah pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sedang melambat. Ia menilai bahwa pemilihan waktu pelaksanaan amnesti pajak memang kurang tepat, yakni di saat ekonomi domestik melambat yang sedikit banyak juga dipengaruhi oleh perlambatan ekonomi global.
Meski tak bisa lagi mengandalkan sektor UMKM sebagai penggerak utama penerimaan amnesti pajak, namun Lana mengakui bahwa pemerintah sudah cukup banyak berupaya menggairahkan sektor UMKM. Dari sisi penyalurna kredit misalnya, pemerintah sejak tahun lalu sudah mendorong perbankan memberikan bunga murah agar UMKM bisa lebih berkembang.
Namun, Lana menilai usaha pemerintah ini tak memberikan hasil signifikan terhadap keikusertaan pelaku UMKM dalam program pengampunan pajak. "UMKM walaupun dapet KUR, namun kalau produksinya ga ada yang nampung, ya ngapain? Kalau mau mendorong UMKM memang harus bersabar. Ya kesulitanntya mereka ga akan bisa ikut di periode ketiga," ujar Lana, Senin (2/1).
Bahkan, Lana menilai bahwa tak banyak UMKM di Indonesia saat ini yang bisa dibilang menujukkan keuangan yang prima. Bersamaan dengan pertumbuhan ekonomi yang melambat, lanjutnya, tak heran bila besaran pinjaman UMKM lebih tinggi dibanding nilai aset yang ia punya. Dengan kondisi speerti itu, Lana menilai bahwa pelaku UMKM akan semakin tertekan untuk ikut amnesti pajak.
"Kita nggak bisa berharap banyak dari UMKM. Selama ekonomi kita masih seperti ini, tapi selama ekonomi kita sudah membaik, dengan tumpuan proyek infratruktur pemerintah. Selama ini proyek infrastruktur minim sekali melibatkan UMKM. Saya tahu proyek ini sekala besar, namun pemerintah harus melihat, menyisihkan, ada bagian yang bisa dikerjakan UMKM," jelas Lana.
Lana menilai bahwa pemerintah harus kembali melirik sektor profesi untuk menggenjot penerimaan dari amnesti pajak. Ia mencatat, dari 30 juta pemilik Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) di Indonesia, hanya sekitar 900 ribu wajib pajak yang mengaku kurang bayar. Angka ini, menurutnya, masih lebih besar dari jumlah keikutsertaan amnesti pajak selama dua periode yakni sekitar 600 ribu wajib pajak.
"Artinya, masih ada ruang ratusan ribu bahkan hingga jutaan wajib pajak yang bisa dipaksa untuk mengikuti amnesti pajak. Menkeu misalnya, bisa saja dengan tegas umumkan jumlah peserta amnesti di setiap kementerian. Di kepolisian misalnya yang ikut baru sekian persen, di kejaksaan baru berapa, di kementerian ini masih sedikit yang ikut. Nggak perlu sebut nama, namun angkanya saja. Biar menteri juga ikut mendorong," ujar Lana.