REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) optimistis industri jasa keuangan syariah pada 2017 akan kembali tumbuh normal setelah terkena imbas perlambatan ekonomi global dan domestik. Pada 2016, perbankan syariah tengah melakukan konsolidasi dan diharapkan proses konsolidasi pada 2017 sudah selesai sehingga bisa kembali secara normal.
"Kami optimistis perbankan syariah back to normal setelah melalui masa yang tidak mudah, terutama dampak dari penurunan ekonomi yang menghantam beberapa sektor tertentu," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad akhir pekan lalu di Jakarta.
Muliaman mengatakan, untuk menjaga stabilitas industri perbankan syariah, maka regulator perlu melakukan serangkaian pengawasan dan pembinaan secara berkelanjutan. Dengan demikian, industri perbankan syariah dapat tetap tumbuh. Berdasarkan data OJK per September 2016, pembiayaan perbankan syariah tumbuh 12,91 persen atau mencapai Rp 235,01 triliun.
Sedangkan pada tahun-tahun sebelumnya, perbankan syariah selalu tumbuh di atas 20 persen. Adapun rasio pembiayaan bermasalah atau NPF berada pada level 3,20 persen per November 2016 dan NPL berada di level 3,18 gross dan 1,38 persen net. "Di tengah kondisi perlambatan ekonomi, level NPF dan NPL tersebut masih terjaga jauh di bawah threshold 5 persen," kata Muliaman.
Menurut laporan Ernst & World Islamic Banking Young Competitiveness Report 2014-2015, aset perbankan syariah internasional telah melampaui 778 miliar dolar AS pada 2014. Keuntungan global bank syariah diperdiksi meningkat tiga kali lipat pada 2019. Sementara itu, di enam pasar syariah utama yakni Uni Emirat Arab, Qatar, Arab Saudi, Indonesia, Malaysia, dan Turki aset perbankan syariah diperkirakan akan mencapai 1,8 triliun dolar AS pada 2019 mendatang.
Sementara, dalam Islamic Financial Service Industry Stability Report 2016 yang diluncurkan di Kuala Lumpur pada Mei 2016 menunjukkan bahwa kinerja industri syariah global memasuki fase konsolidasi sejak 2014 dan pada 2015 pertumbuhan perbankan syariah serta takaful hanya satu digit. Sedangkan, volatilitas pasar modal syariah seperti sukuk, saham syariah, dan reksa dana syariah meningkat seiring dengan penurunan kinerja korporasi dan sentimen pasar.